Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketakutan Ketua RW Rusunawa Rawa Bebek Saat Ratusan Warga Tak Bisa Memilih

Kompas.com - 16/02/2017, 17:03 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Banyaknya warga Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, yang tak bisa memilih pada Pilkada DKI, Rabu (15/2/2017), menjadi ketakutan tersendiri bagi Muhammad Rais (44).

Rais adalah Ketua RW 17 yang membawahi enam RT di lokasi tersebut. Di Rusunawa Rawa Bebek, 1.200 orang tercatat masuk dalam golongan sudah layak untuk memilih. Meski demikian, hanya ada sekitar 710 orang yang masuk DPT.

Menurut Rais, sesuai peraturan, warga yang tak masuk DPT tetapi berdomisili di wilayah berdirinya tempat pemungutan suara (TPS) tetap bisa memilih. Mereka masuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb).

Hanya, kata Rais, jumlah alokasi surat suara yang disediakan untuk DPTb hanya 1,2 persen dari DPT. Kondisi ini yang disebut Rais membuat jumlah DPTb di Rusunawa Rawa Bebek tak sebanding dengan jumlah surat suara tambahan yang disediakan.

"Gimana mau nampung. Makanya saya bilang, kalau kita terima semua (DPTb) masuk, kertas suaranya mana?" ujar dia saat ditemui Kompas.com di Rusunawa Rawa Bebek, Kamis (16/2/2017).

Jika semua orang dalam DPTb diakomodasi untuk memilih, Rais menyebut dirinya dan petugas KPPS setempat bisa diancam telah melakukan penggelembungan suara.

"Nanti kalau di KPU terjadi penggelembungan suara, yang disalahkan siapa? Saya bisa begini," ujar dia sambil menunjukkan gestur tangan diborgol.

Banyaknya warga Rusunawa Rawa Bebek yang tak masuk DPT disebut Rais adalah warga yang tak proaktif mendapatkan hak pilihnya untuk masuk DPT. (Baca: Ini Penyebab Banyak Warga Rusun Rawa Bebek Tak Bisa Mencoblos)

Minta warga ikuti aturan

Padahal, kata Rais, sejak beberapa bulan terakhir, dirinya dan petugas KPPS sudah aktif menyosialisasikan kepada warga mengenai pelaksanaan pilkada. Pada saat sosialisasi, Rais menyebut, warga selalu diimbau untuk melapor apabila belum menemukan namanya dalam DPT.

"Jadi, jangan salahkan KPPS yang sudah bekerja berbulan-bulan nungguin warga. Besok ke sana lagi-besok ke sana lagi. Semua anggota KPPS juga dikasih tahu begitu, kamu data lagi-kamu data lagi. Sampai Ketua KPU Pulogebang pasang meja full. Jadi, kurang apa?" ujar Rais.

Selain mengeluhkan banyaknya warga yang tak proaktif masuk DPT, Rais juga mengeluhkan banyaknya warga berstatus pemilih dalam DPTb yang ingin mencoblos di luar waktu yang telah ditetapkan.

Sebagai informasi, syarat untuk masuk DPTb adalah hanyalah membawa e-KTP dan KK ke TPS. Namun, pemilih dalam DPTb baru bisa memilih pada satu jam terakhir masa pencoblosan, yakni pukul 12.00-13.00. (Baca: Pemilih yang Gunakan E-KTP dan Suket Wajib Bawa Kartu Keluarga)

Hal itulah yang disebut Rais tak dipatuhi oleh banyak warga Rusunawa Rawa Bebek yang tak masuk DPT. Ia menyebut banyak warga berstatus pemilih dalam DPTb yang ingin mencoblos pada pagi hari. Karena itu, ia berharap kejadian serupa tidak terulang lagi saat pencoblosan putaran kedua pada April mendatang.

"Tolong ikuti prosedur, apa yang diatur KPU, ikuti. Siapa pun orangnya, kalau memang pukul 13.00 teng, (TPS) harus tutup," ujar Rais. (Baca: KPU: Yang Kehilangan Hak Suara Ada Peluang Mencoblos di Putaran Kedua)

Kompas TV Pilkada DKI Jakarta 15 Februari kemarin menyisakan kekecewaan karena banyak warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya. Pria ini kesal dan hampir putus asa, karena lagi-lagi tak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi. Ia protes kepada panitia KPPS tempat ia seharusnya memilih tak memberi solusi, karena ketatnya peraturan. Pria ini dan istrinya padahal telah membawa KTP elektronik dan kartu keluarga asli, namun tetap tidak diperbolehkan memilih karena namanya tak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap. Mereka tak sendiri. Puluhan warga Cilincing, Jakarta Utara ini juga kecewa dan mendatangi Kantor Kelurahan Sukapura untuk protes karena kehilangan hak suaranya. Mereka kesal karena Ketua KPPS mengaku tak bisa berbuat apa-apa dengan alasan surat suara tambahan sudah habis. KPPS hanya mengikuti peraturan sesuai waktu yang telah ditentukan. Kekecewaan serupa juga ternyata banjir di media sosial. Antusiasme warga yang tinggi untuk memilih pemimpin jagoan mereka terpaksa patah karena peraturan dan pemutakhiran data pemilih yang tidak optimal. Dalam wawancara dengan Timothy Marbun, anggota KPU DKI Jakarta, Betty Epsilon Idris pun berharap, agar warga Jakarta mau proaktif untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pemilih jika pilkada DKI jadi berlangsung dua putaran. Masih ada kesempatan untuk menyelamatkan hak pilih Anda jika pilkada DKI Jakarta berlangsung dua putaran yang akan ditetapkan pada 4 Maret mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air Buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air Buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Saat Bintang Empat Prabowo Pemberian Jokowi Digugat, Dinilai Langgar UU dan Sarat Konflik Kepentingan

Saat Bintang Empat Prabowo Pemberian Jokowi Digugat, Dinilai Langgar UU dan Sarat Konflik Kepentingan

Megapolitan
Tabrakan Beruntun di Jalan Yos Sudarso, Pengendara Mobil dan Motor Luka-luka

Tabrakan Beruntun di Jalan Yos Sudarso, Pengendara Mobil dan Motor Luka-luka

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, 20 Warga Kota Bekasi Meninggal karena DBD

Dalam 5 Bulan, 20 Warga Kota Bekasi Meninggal karena DBD

Megapolitan
Petugas Tertibkan Stiker Kampanye Bakal Calon Wali Kota Bogor yang Tertempel di Angkot

Petugas Tertibkan Stiker Kampanye Bakal Calon Wali Kota Bogor yang Tertempel di Angkot

Megapolitan
APK Kandidat Cawalkot Bogor Dicopot karena Belum Masa Kampanye, Termasuk Milik Petahana

APK Kandidat Cawalkot Bogor Dicopot karena Belum Masa Kampanye, Termasuk Milik Petahana

Megapolitan
Polisi Buru 2 Pelaku Penyalahgunaan Narkoba yang Kabur Saat Digeruduk Warga di Koja

Polisi Buru 2 Pelaku Penyalahgunaan Narkoba yang Kabur Saat Digeruduk Warga di Koja

Megapolitan
Hari Ini, Sidang Perdana Panca Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Digelar di PN Jaksel

Hari Ini, Sidang Perdana Panca Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Digelar di PN Jaksel

Megapolitan
Tak Terima Lingkungannya Jadi Tempat Jual Beli Narkoba, 3 Warga Koja Geruduk Kontrakan Pengedar Sabu

Tak Terima Lingkungannya Jadi Tempat Jual Beli Narkoba, 3 Warga Koja Geruduk Kontrakan Pengedar Sabu

Megapolitan
Warga Bantu Polisi Tangkap Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak yang Dianggap Meresahkan

Warga Bantu Polisi Tangkap Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak yang Dianggap Meresahkan

Megapolitan
Polisi Masih Buru Dua dari Tiga Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak

Polisi Masih Buru Dua dari Tiga Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak

Megapolitan
Aksi Sindikat Curanmor di Palmerah: Gasak 4 Motor Dalam Semalam, Uangnya untuk Beli Narkoba

Aksi Sindikat Curanmor di Palmerah: Gasak 4 Motor Dalam Semalam, Uangnya untuk Beli Narkoba

Megapolitan
Lapor Kehilangan di Bogor Tak Perlu Datang ke Kantor Polisi, Ini Cara dan Syaratnya

Lapor Kehilangan di Bogor Tak Perlu Datang ke Kantor Polisi, Ini Cara dan Syaratnya

Megapolitan
Teganya Royan Cabuli 11 Anak di Bawah Umur di Bogor dengan Modus Penyewaan Sepeda Listrik

Teganya Royan Cabuli 11 Anak di Bawah Umur di Bogor dengan Modus Penyewaan Sepeda Listrik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com