JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, pihaknya bakal mengikuti aturan dan proses terkait pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta.
Ia mengatakan, kemungkinan calon wakil presiden nomor 02, Sandiaga Uno, kembali sebagai wagub DKI tergantung pada partai pengusung gubernur, yakni PKS dan Partai Gerindra.
"Sekarang sudah ada dua nama kan, itu pun belum kita laksanakan itu loh. Sampai hari ini belum di paripurnakan," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (22/4/2019).
Baca juga: Reaksi Anies Saat Ditanya Kemungkinan Sandiaga Jadi Wagub DKI Lagi
Kedua partai pengusung pemimpin DKI, yaitu PKS dan Gerindra, telah mengajukan dua nama cawagub.
Kedua nama itu yakni mantan Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu dan Sekretaris DPW PKS DKI Jakarta Agung Yulianto.
Menurut Prasetio, kedua nama tersebut harus terlebih dahulu diproses sebelum adanya nama-nama baru, termasuk nama Sandiaga.
"Dua (calon) itu kan sudah bisa paripurnakan, baru kita bisa mendapatkan salah satu hasil. Gitu ya, di terima atau tidak. kalau tidak diterima pengajuan lagi koalisi partainya, nah koalisi partai itu kan partai Gerindra dengan PKS. Itu aja, di luar dari itu saya rasa enggak bisa," ujar dia.
Prasetio mengatakan, soal etis atau tidaknya, pihaknya hanya akan mengikuti aturan dan proses yang ada.
"Kita liat aturannya saja begitu loh, masalah etis enggak etis (Sandi balik jadi Wagub DKI) itu logikanya saja. Itu sudah buat surat pengunduran, logikanya saja. Karena kamikan bukan partai pengusung kita tunggu dari dua nama fraksi itu karena keputusan ada di dalam dewan yang harus kuorum," kata Prasetio.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menjawab, tak ada aturan yang melarang Sandiaga kembali menjadi wagub.
"Tidak ada aturan yang melarang," kata Akmal ketika dihubungi wartawan, Kamis (18/4/2019).
Baca juga: Hidayat: Monggo Kalau Sandiaga Mau Balik Jadi Wagub DKI, tapi Belum Tentu Kalah Pilpres
Kendati demikian, Akmal mengingatkan langkah itu tidak etis. Ia menilai, jika hal itu dilakukan, harus ada argumentasi yang kuat atas inkonsistensi itu.
"Tidak ada larangan, cuma karena kita kan tidak melulu persoalan aturan. Ada etika harus diperhatikan," ucap dia.
"Ketika ingin menarik lagi harus ada argumentasi jelas kenapa ditarik. Publik pasti bertanya itu, karena haknya ada di partai pengusung," kata Akmal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.