JAKARTA, KOMPAS.com - Orangtua murid yang protes dalam konferensi pers Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta di Kantor Disdik DKI Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (16/6/2020) kemarin memberikan penjelasan.
Orangtua yang diketahui bernama Hotmar Sinaga ini protes di hadapan Kadisdik DKI Jakarta Nahdiana dan jajarannya terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021.
Ia menilai, jalur zonasi pada PPDB mementingkan siswa berusia tua, bukan memperhitungkan jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah.
Baca juga: Ganjar Curhat soal PPDB Jateng: Kami Dibombardir Habis-habisan
Hotmar mengaku spontan berteriak saat konferensi pers berlangsung karena merasa pernyataan kadisdik tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Sudah orangtua murid yang coba mendaftar masuk SMA. Tadi waktu saya spontan teriak yang membuat saya tidak tahan ketika saya dengar omongan seleksinya jarak sementara realnya itu usia itu yang membuat saya enggak tahan," kata Hotmar kepada wartawan seperti yang dikutip melalui siaran Kompas TV.
Pria yang mengenakan kaus hitam berkerah dan masker abu-abu ini mengatakan, anaknya yang berusia 14 tahun gagal masuk ke SMA karena terlalu muda.
Ia pun memohon maaf bila dianggap menimbulkan keributan.
"Saya mohon maaf kalau membuat situasi jadi seperti gaduh. Saya emosi saya akui. Mungkin media juga melihat ya, kalau dari saya sangat sadar dari sisi etika itu tidak baik. Tapi saya tahu saya merasa itulah kesempatan saya untuk ngomong jadi mohon maaf," kata dia.
Berdasarkan keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB, seleksi jalur zonasi diurutkan berdasarkan usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Baca juga: Wali Kota Tangeran Akui PPDB 2020/2021 Banyak Kendala
Sementara itu, Kadisdik Nahdiana mengatakan bahwa PPDB jalur zonasi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Jalur zonasi ditetapkan berdasarkan kelurahan, bukan jarak rumah calon siswa ke sekolah.
Alasan dia, Jakarta memiliki demografi yang unik, mulai dari tingkat kepadatan penduduk yang berbeda tiap kelurahan, sebaran sekolah tak merata, hingga banyak hunian vertikal di Ibu Kota.
"Penetapan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan dengan mempertimbangkan keunikan demografi Kota Jakarta," kata Nahdiana.
Alasan lainnya, banyak pilihan transportasi yang bisa digunakan peserta didik untuk menjangkau sekolah mereka.
"Banyaknya atau tersedianya moda transportasi bagi anak sekolah, ada bus sekolah, transjakarta, dan ada Jak Lingko," ucap Nahdiana.
Baca juga: Protes soal PPDB di Hadapan Kadisdik DKI: Bohong, Enggak Diperhitungkan Jarak Saat Seleksi
Dalam sistem zonasi kelurahan, calon siswa berdomisili lebih jauh dan calon siswa yang domisilinya lebih dekat memiliki peluang yang sama untuk diterima di sekolah tujuan, asalkan keduanya tinggal di kelurahan sesuai zonasi sekolah.
Apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah, calon siswa akan diseleksi berdasarkan usia lebih tua ke usia lebih muda, bukan lagi jarak tempat tinggal ke sekolah.
Dengan demikian, calon siswa berusia lebih tua yang rumahnya jauh lebih berpeluang lolos seleksi dibandingkan calon siswa berusia lebih muda yang tinggal dekat dengan sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.