Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curah Hujan Ekstrem, Jakarta Tak Bisa Hanya Andalkan Sumur Resapan, Sungai Harus Dinormalisasi

Kompas.com - 23/02/2021, 21:05 WIB
Rosiana Haryanti,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, curah hujan yang terjadi di Jakarta selama beberapa hari terakhir merupakan hujan ekstrem.

Kondisi ini, sebut Yayat, tidak ditemukan saat musim hujan selama 10 tahun lalu lantaran efek pemanasan global.

Oleh karenanya, pemerintah perlu menyiapkan diri untuk meningkatkan kapasitas drainase.

Saat ini, kapasitas drainase di Ibu Kota hanya mampu menampung hujan dengan curah 50 milimeter hingga di bawah 100 milimeter per hari.

"Jadi mau tidak mau kita harus menyikapi hujan ekstrem ini dengan kesiapan mengantisipasinya bagaimana," kata Yayat kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2021).

Baca juga: Pemprov DKI Sebut Banjir karena Curah Hujan Ekstrem, Lebihi Kapasitas Drainase

Dia menuturkan, apabila pendekatan penanganan banjir hanya mengandalkan sumur resapan hingga pompa, maka upaya tersebut masih kurang untuk mengantisipasi banjir, khususnya jika curah hujan lebih dari 100 milimeter per hari.

"Kalau hujannya normal di bawah 100 atau di bawah 50 (milimeter per hari) itu masih berfungsi. Tapi untuk kondisi Jakarta, tidak semua bisa dengan sumur resapan lagi," tutur Yayat.

Oleh karenanya, dibutuhkan infrastruktur yang mampu menampung curah hujan ekstrem, salah satunya dengan normalisasi sungai.

Sebab, dalam beberapa tahun ke depan, curah hujan di Jakarta diprediksi tetap tinggi.

"Makanya kita mau tidak mau harus berpikir lebih realistis bahwa sistem kita sudah tidak sesuai dengan kondisi hujan yang terjadi sekarang," ucap Yayat.

Baca juga: Anies: Banjir di Jakarta Dampak Air Kiriman dari Depok

Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, banjir yang menggenangi sejumlah wilayah Ibu Kota pada Sabtu (20/2/2021) merupakan dampak air kiriman yang berasal dari Depok yang masuk ke Jakarta melalui aliran Kali Krukut.

Anies menyatakan, penyebab banjir di sisi Jalan Sudirman disebabkan luapan Kali Krukut.

Aliran Kali Krukut juga meluap dan menggenangi Jalan Kemang Raya, Jalan Widya Chandra, dan Jalan Tendean.

Menurut dia, Kali Krukut meluap karena ada penambahan debit air dari hujan lokal yang terjadi di kawasan Depok.

Dia menjelaskan, curah hujan di hulu tercatat 136 milimeter per hari. Air kemudian melintas melewati dua sungai, yakni Kali Mampang dan Kali Krukut.

Baca juga: Pakar Dorong Pemprov DKI Tuntaskan Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai

Kedua aliran sungai tersebut bertemu di belakang LIPI, lalu mengalir ke Sudirman.

Dengan demikian, banjir yang terjadi merupakan dampak dari kiriman air yang berasal dari kawasan tengah sekitar Depok.

"Biasanya kalau hujannya di pegunungan (daerah Bogor) airnya akan lewat Kali Ciliwung, tapi kalau terjadinya hujan deras di kawasan tengah (sekitar Depok), maka lewat ke sungai aliran tengah, yakni kali Krukut ini," kata Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com