JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengibaratkan kecepatan penularan Covid-19 varian Delta B.1617.2 seperti kecepatan laju pembalap juara dunia tujuh kali kejuaraan MotoGP Valentino Rossi.
Dia mengatakan, perumpamaan itu diambil karena kecepatan varian ini empat kali lebih menular dibandingkan varian awal Covid-19.
"(Penyebaran Covid-19) diperparah lagi dengan kecepatan (penularan varian Delta) virus yang sudah kayak Valentino Rossi gitu ya," kata Ngabila dalam acara webinar, Minggu (4/7/2021).
Baca juga: Dinkes DKI: Estimasi Covid-19 di Jakarta 4 Kali Lebih Banyak Dibanding Kasus Terkonfirmasi
Ngabila mengatakan, di Jakarta, varian Delta ini merupakan varian yang dominan menginfeksi warga Jakarta.
Dari 1.300 sampel yang dilakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) untuk mendeteksi mutasi virus, sebanyak 148 di antaranya dinyatakan merupakan varian baru terdiri dari Alfa, Beta dan Delta.
"Dan 90 persen varian Delta, yang mana sekitar 40 persen (dari varian Delta ditemukan di usia) anak-anak, bayangkan anak-anak usia 18 tahun sudah kena (varian) Delta di Jakarta," kata Ngabila.
Ngabila mengatakan, melihat cepatnya penyebaran, tidak ada alasan untuk tidak menaati protokol kesehatan.
Baca juga: Imigrasi: Hoaks Video Rombongan WNA di Bandara Soekarno-Hatta pada 3 Juli
Bahkan, menurut dia, sudah seharusnya metode pencegahan disempurnakan.
"Kita tuh sudah kalah habis-habisan sama ini virus, dan virus makin pinter, makin jenius dan kita masih begini-begini saja. Kita harus bermutasi juga, dengan cara (protokol kesehatan) 5 M dan vaksinasi," ucap Ngabila.
Ngabila menambahkan, estimasi kasus Covid-19 di Ibu Kota empat kali lebih besar dari angka kasus yang terkonfirmasi saat ini.
"Di DKI walaupun baru 500.000-an kasus (terkonfirmasi), sebenarnya estimasinya itu sudah sekitar 2 juta atau 3 juta kasus, artinya sudah 20-30 persen penduduk," kata Ngabila.
Ngabila menyebut, kondisi saat ini seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja.
Kondisi ini diperparah dengan fenomena yang disebut pingpong. Fenomena ini disebut pingpong karena memiliki pola yang membuat pandemi terus terjadi di DKI Jakarta.
Baca juga: Kematian Akibat Covid-19 di Jakarta Tinggi, Anies: Ini Bukan Prestasi, tapi Tanda Bahaya
Orang-orang yang terpapar di Jakarta pergi keluar daerah dan memaparkan Covid-19 di suatu daerah.
Kemudian setelah pandemi di Jakarta berkurang, orang yang tadinya di daerah yang terpapar Covid-19 kembali membawa penyakit ke Jakarta.