JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas lintas agama di Indonesia mendesak pemerintah agar peduli dan serius menangani krisis iklim. Pada Minggu (17/10/2021) kemarin, para tokoh lintas agama itu melakukan aksi unjuk rasa di depan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Jakarta Pusat, guna menyampaikan pesan mereka.
Aksi yang terkoordinasi secara global tersebut merupakan bagian dari kampanye global “Faiths for Climate Justice” atau “Iman untuk Keadilan Iklim”.
Faiths for Climate Justice merupakan gerakan mobilisasi global umat beragama yang diorganisir oleh GreenFaith International Network yaitu aliansi multi-agama dari berbagai organisasi keagamaan akar rumput di Afrika, Amerika, Asia, Australia, dan Eropa.
Baca juga: Divonis Bersalah atas Polusi Udara, Jokowi Banding, Anies Menerima
“Merusak dan tidak menjaga lingkungan adalah perbuatan haram, karena itu yang menimbulkan mudharat tiada bertepi serta merusak masa depan generasi yang akan datang," kata Hening Parlan, Kepala Divisi Lingkungan Hidup, Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Aisyiyah yang sekaligus founding partner dari GreenFaith International di Asia, dalam keterangan tertulis, Senin.
Parlan mengatakan, beragama harus direfleksikan dalam tindakan tidak merusak dan menjaga lingkungan. Sebab lingkungan tak dijaga, maka umat beragama telah abai pada nilai keagamaan.
"Menjaga dan memelihara lingkungan adalah jihad yang mulia” ujarnya.
Brigitta Isworo selaku GreenFaith International Fellow, mengatakan, merusak bumi dan lingkungan sama dengan merusak kehidupan yang diberikan oleh Tuhan.
“Kita lupa bahwa kita sendiri dibentuk dari debu tanah (Kejadian 2:7), tubuh kita tersusun dari partikel-partikel bumi, serta kita menghirup udaranya serta dihidupkan dan disegarkan oleh airnya," ujar dia.
Baca juga: Dua Terdakwa Unlawful Killing Laskar FPI Tak Ajukan Keberatan Dakwaan
David Efendi, anggota Presidium Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) menegaskan bahwa bumi diciptakan dalam keseimbangan yang sakral. Namun selama ini penggunaan bahan bakar fosil serta deforestasi telah merusaknya.
“Kaum muda beragama di Indonesia menyerukan agar para pemimpin dunia yang akan bernegosiasi di COP 26 nanti untuk segera mengakhiri era bahan bakar fosil dan deforestasi serta mempercepat Global Green Deal yang akan memastikan ketersediaan energi bersih dan lapangan kerja ramah lingkungan," ujarnya.
Aksi iklim multi-agama itu memang diselenggarakan dua minggu sebelum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021, juga dikenal sebagai COP26.
Aksi ini dilakukan untuk menunjukkan protes keras dari berbagai komunitas agama di dunia atas kurangnya keseriusan dari berbagai pemerintahan dunia dalam komitmen serta program nyata untuk penanggulangan krisis iklim hingga saat ini.
Aksi yang sama juga disebut telah digelar di waktu bersamaan di kota-kota lain di dunia.
Di kota New York, aktivis pemuda-pemudi Yahudi dan aliansi lintas agama memblokade pintu masuk ke markas BlackRock, manajemen aset terbesar di dunia, yang menginvestasikan miliaran dolar dalam proyek minyak, gas, dan deforestasi.
Di Inggris Raya, tuan rumah COP 26 mendatang, sebuah kelompok lintas agama berbaris di depan kediaman Perdana Menteri di 10 Downing Street di London dan mengajukan tuntutan dan petisi keagamaan, dan kemudian memproyeksikan tuntutan iklim ke Gedung Parlemen.
Gereja-gereja di seluruh Inggris menggantung spanduk yang menyerukan pemerintahnya untuk mengakhiri proyek bahan bakar fosil baru dan memberikan dukungan keuangan yang murah hati untuk negara-negara yang rentan terhadap iklim.
Para pemimpin agama di Australia mengadakan kebaktian dan berdoa bersama umat berbagai agama di luar kantor lokal Perdana Menteri Scott Morrison, membentangkan spanduk besar yang bertuliskan, “Scott Morrison: Lindungi Ciptaan Tuhan - Aksi Iklim yang Berani Sebelum 2030”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.