JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Mario Dandy Satriyo, Andreas Nahot Silitonga merespons soal biaya restitusi Rp 100 miliar yang tercatat di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Restitusi adalah ganti kerugian yang harus diberikan oleh Mario selaku terdakwa penganiayaan terhadap korbannya, D (17).
Menurut Andreas, biaya restitusi sebesar itu terlalu sulit untuk dibayarkan mengingat kliennya masih mahasiswa dan belum memiliki penghasilan.
"Seperti kita ketahui, Mario saat ini belum bekerja, dia masih mahasiswa dan kami enggak tahu sejauh mana restitusi itu apabila dikabulkan," jelas Andreas kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: LPSK Ajukan Restitusi Rp 100 Miliar ke Mario Dandy
Andreas mengakui kliennya memang datang dari latar belakang keluarga berada. Mario adalah anak dari eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, yang belakangan terjerat kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Namun, ia menegaskan bahwa perkara penganiayaan ini tidak sedang dijalankan oleh ayah dari Mario.
"Saya juga enggak tahu apakah ada aset atas nama dia, cuma sepanjang kalau itu bukan atas nama dia, itu tidak bisa ditarik, melakukan pergantian atas restitusi itu," ungkap Andreas.
Kendati demikian, lanjut Andreas, dirinya akan tetap berupaya secara maksimal membantu kliennya dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Pihak kuasa hukum Mario Dandy juga akan tunduk dan menghormati putusan dari majelis hakim.
"Prinsipnya, kami ini tunduk pada putusan dari majelis hakim dan pada akhirnya dengan semua yang berjalan, baik dari masalah pidananya, masalah restitusinya," imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, LPSK mencatat restitusi atau ganti kerugian penganiayaan D yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
"Jadi, itu kami perhitungkan dari medisnya dia, biaya perawatan selama di rumah sakit," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas dilansir dari Antara, Kamis (15/6/2023).
Susi menjelaskan, perawatan rumah sakit itu meliputi transportasi, konsumsi, termasuk biaya keluarga saat mengurus D saat di rumah sakit maupun proses hukum.
"Kemudian, kami juga memperhitungkan kehilangan penghasilan orangtuanya ketika mengurus D. Pada awal-awal orangtuanya malah meninggalkan pekerjaan," katanya.
Baca juga: Usai Aniaya D, Mario Dandy Enggan Serahkan Kartu Identitas dan Bohongi Satpam Kompleks
Lebih lanjut, LPSK juga memperhitungkan penderitaan D berdasarkan analisis dokter yang tidak bisa normal kembali sehingga harus menjalani perawatan di rumah.
Terlebih, penderitaan D juga ditambah dengan kondisinya yang sulit sekolah. Atas kondisi itu, kata Susi, masa muda D untuk mengenyam pendidikan menjadi hilang.
Kemudian, juga akan dimasukkan biaya bantuan hukum mengikuti Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
Nantinya, disebutkan ada kemungkinan jika ada situasi perkembangan tertentu mengenai restitusi ini maka akan direvisi kembali.
"Hasil perhitungan sementara ini sudah kami sampaikan ke penyidik, lalu juga ke JPU (jaksa penuntut umum) untuk dimasukkan surat tuntutannya kepada majelis hakim," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.