JAKARTA, KOMPAS.com - Desain pintu kereta Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek mendapat sorotan dari masyarakat karena dinilai terlalu rendah.
Alhasil, penumpang yang memiliki postur tinggi mau tak mau harus menunduk saat hendak keluar masuk kereta LRT.
Berkait dengan hal tersebut, Pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai pintu kereta LRT Jabodebek seharusnya didesain untuk universal.
Baca juga: Pintu LRT Jabodebek Dikeluhkan Kependekan, Operator: Sudah Sesuai dengan Rata-rata Tinggi WNI
"Desain pintu ini, meskipun didasarkan pada data statistik tinggi rata-rata penduduk Indonesia, seharusnya dipikirkan dengan lebih inklusif," ungkap Achmad dalam penjelasannya kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).
Achmad mengatakan, ada banyak warga Indonesia yang memiliki tinggi di atas rata-rata sehingga bisa merasa tidak nyaman dengan pintu kereta LRT Jabodebek yang rendah.
Desain pintu yang terlalu rendah, kata Achmad juga bisa menjadi hambatan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga negara asing yang tinggal atau berkunjung ke Jakarta.
"Beberapa dari mereka mungkin harus membungkuk atau bersandar saat masuk, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Humas LRT Jabodebek," kata Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menilai bahwa desain pintu kereta LRT yang rendah juga bisa jadi masalah bagi seseorang yang memiliki claustrophobia atau ketakutan terhadap ruang sempit.
Desain pintu yang rendah, lanjut Achmad, bisa menambah rasa cemas dan ketidaknyamanan bagi pengidap claustrophobia.
"Bayangkan ketika mereka harus masuk melalui pintu yang rendah dan berada di dalam kereta yang mungkin penuh dengan penumpang lain. Ini tentu bukanlah pengalaman yang diharapkan dari transportasi massal modern," pungkas Achmad.
Sebelumnya, Manager Public Relations LRT Jabodebek Kuswardojo mengatakan, ukuran pintu kereta LRT Jabodebek sudah disesuaikan oleh pembuatnya, yaitu PT INKA (Persero) dengan tinggi badan rata-rata Warga Negara Indonesia (WNI), yakni sekitar 160 sentimeter.
"Kalau terkait sarana yang ada memang dibuat sama INKA mereka ukur disesuaikan dengan rata-rata tinggi badan warga negara Indonesia," ujarnya saat ditemui di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
"Kemarin ada case (kasus) juga penumpang warga asing sampai miringkan badannya. Ya mohon maaf, memang kan diukur rata-rata tinggi badan WNI, kan 160 sentimeteran lah. Kalau 175 (sentimeter) ke atas memang harus nunduk," sambungnya.
Terkait hal ini, pihaknya telah menyampaikan ke PT INKA apakah perlu dimodifikasi atau tidak agar tinggi kereta bisa diperlebar.
Namun, untuk mengubah bagian kereta LRT Jabodebek tentu harus mengubah sistem operasional kereta ringan ini sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah ini.
Baca juga: Gangguan pada Hari Ketiga LRT Jabodebek Beroperasi: dari Masalah Pintu sampai Mati Listrik
"Sudah disampaikan ke INKA apakah mungkin dimodifikasi. Cuma perlu jadi catatan, ini kan LRT itu operasinya by sistem jadi ketika mengubah salah satu paling dekat pintu saja sistem harus berubah. Ketika diubah harus semua diubah dan update lagi butuh waktu lama," jelasnya.
Oleh karenanya, dia memohon maaf kepada para pengguna LRT Jabodebek yang memiliki tinggi badan di atas rata-rata WNI karena menjadi kurang nyaman menggunakan moda transportasi ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.