Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Pengemudi Lawan Arah, Pengamat: Aksesnya Ditutup Saja

Kompas.com - 08/09/2023, 10:34 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menanggapi maraknya pengemudi lawan arah di sejumlah ruas jalan Jakarta, pengamat kepolisian sekaligus Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyarankan agar pemerintah menutup akses yang berpotensi dilalui pengendara nakal.

"Itu putarannya harus ditutup agar mereka tidak tergoda lawan arah. Jadi tidak boleh ada putaran yang dekat tetapi arahnya berlawanan dengan jalan keluar. Itu nanti mengurangi potensi lawan arah," ujar dia kepada Kompas.com, Kamis (7/9/2023) malam.

Selain itu, menurut Sugeng, guna meminimalisir pengemudi lawan arah, pemerintah juga perlu menyesuaikan jarak antara jalan keluar dengan putaran terdekat.

Baca juga: Pengendara Motor Senggol Sana-sini Saat Lawan Arah di Tebet, Ditegur Malah Lebih Galak

"Untuk pemerintah yang membangun jalan, itu juga harus disesuaikan antara jalan keluar dari jalan warga dengan putarannya yang dekat tapi melawan arah," sambung dia

Sebab Sugeng menilai, biasanya para pengemudi melawan arus saat mereka lebih dekat dengan putaran potongan jalan yang berlawanan arah.

"Biasanya lawan arah ini berpotensi terjadi, ada putaran, antara putaran dengan jarak keluar dari jalan. Itu mereka lebih dekat dengan putaran yang berlawan arah dibanding mereka harus belok kiri berputar jauh. Ada potongan jalan lebih dekat. Tentu yang begini tidak bisa ditolerir, ini adalah pelanggaran lalu lintas yang harus diberi sanksi," jelas Sugeng.

Baca juga: Pengendara Lawan Arah Lebih Galak, Berani Klakson ke Pengemudi di Jalur Seharusnya

Ditambah lagi, kata dia, masyarakat juga kurang memiliki kesadaran diri dan ingin yang mudah saja tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya yang bisa menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

"Masyarakat kita ini memang punya kecenderungan mau gampang, egois. Menggunakan jalan jalur busway kan banyak dilakukan, kecenderungan itu ada pada masyarakat kita," ujar dia.

Maka itu,perlu tindakan yang tegas. Termasuk dengan mencabut surat izin mengemudi para pengendara nakal tersebut hingga menerapkan sanksi pidana badan atau tahanan.

"Misal dia dicabut surat izin mengemudinya. Kemudian kalau ada sanksi pidana badan ya diberlakukan. Ya ditahan kalau menimbulkan kecelakaan. Kalau dalam aturannya itu ada sanksi pidana badan, ditahan berapa hari ya dilakukan agar ada lembelajaran.Dididik masyarakat kita agar jangan semaunya sendiri," ujar Sugeng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Megapolitan
Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Megapolitan
UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

Megapolitan
Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Megapolitan
Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Megapolitan
Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Megapolitan
Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Megapolitan
Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Megapolitan
Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan 'Dissenting Opinion' Putusan Pilpres 2024

Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan "Dissenting Opinion" Putusan Pilpres 2024

Megapolitan
Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Megapolitan
Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Megapolitan
Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Megapolitan
Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Megapolitan
Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Megapolitan
Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com