JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah lebih dari 20 tahun Tejo (50) menggeluti profesi petani di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Dalam periode tersebut, rasa manis dan pahitnya menjadi petani di Ibu Kota telah Tejo lalui.
"Jadi petani di Rorotan dari 1997. Ya banyak suka dan dukanya, namanya juga petani," kata Tejo saat ditemui Kompas.com di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/10/2023).
Baca juga: Sawah di Rorotan Kering akibat Kemarau Panjang, Petani Tunda Tanam Padi
Tejo menyambut momen-momen petani merasa bahagia, yakni musim panen tiba.
"Pada saat motong (panen). Tapi kan (hasil panen) enggak menentu. Orang nyawah kan kayak dagang, enggak ketahuan untungnya," kata Tejo.
"Motong jelek pernah, motong bagus pernah. Ya intinya dinikmati saja," lanjutnya.
Hanya saja, satu hal yang pasti, Tejo menekankan bahwa profesi petani sangat bergantung dengan iklim.
Sebab, menurut dia, sawah dan cuaca merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
"Ya begini, kalau panas kekeringan, kalau hujan kebanjiran," ungkapnya.
Baca juga: Sawah di Rorotan Kering 2 Bulan Terakhir, Petani Kini Kerja Serabutan
Kini, sudah dua bulan terakhir sawah garapannya ini mengalami kekeringan.
Dengan keadaan itu, para petani harus membeli mesin alkon dan menyiapkan bensin untuk memompa air dari kali atau danau terdekat.
Terlepas dari suka dan duka yang dialami, Tejo tetap bersyukur.
"Ya namanya bekerja, dinikmati saja. Kalau orang usaha kan bagaimana bidangnya. Orang bengkel juga sama, petani juga sama. Dinikmati saja," ucap Tejo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.