Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Kompas.com - 08/05/2024, 17:00 WIB
Abdul Haris Maulana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penganiayaan berujung maut yang menimpa taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta bernama Putu Satria Ananta Rastika (19) berbuntut panjang.

Pihak kampus dinilai lalai sehingga harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

"(STIP) jelas lalai. Jadi, kalau keluarga korban dalam beberapa wawancara menyatakan pertanggungjawaban, meminta pertanggungjawaban dari kampus ini (STIP) itu sudah tepat," ungkap pengamat pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, Senin (6/5/2024).

Baca juga: Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

Retno menjelaskan, pihak STIP perlu bertanggung jawab lantaran kejadian penganiayaan Putu berada di lingkungan kampus.

Selain itu, peristiwa tersebut juga terjadi pada hari kegiatan belajar-mengajar berlangsung.

"Dia (Putu) kan mengenakan kaos olahraga (saat dianiaya), yang mana itu menjadi ciri khas dari kampus ini (STIP). Dan itu kejadian betul-betul di dalam lingkungan kampus, jadi enggak bisa dibilang bahwa tidak ada tanggung jawab," jelas Retno.

Pesan sekolah akan ditutup

Terulangnya kasus kekerasan di STIP membuat Kompas.com kembali mengangkat pesan yang tertulis di salah satu dinding asrama putra STIP, yakni 'Ingat! Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan.'

Berdasarkan catatan Kompas.com pada 12 Januari 2017 lalu, pesan tersebut terpampang dalam balutan bingkai berwarna emas yang diletakkan dekat dengan kamar tempat terjadinya penganiayaan berujung maut yang menimpa taruna tingkat I bernama Amirulloh Adityas.

Tak hanya satu, pada saat itu pesan anti-kekerasan terpasang di banyak sudut gedung STIP Jakarta.

Selain pesan anti-kekerasan, terdapat tugu peringatan dengan cat hitam dan putih yang dibangun untuk memperingati kasus penganiayaan berujung maut yang menimpa taruna bernama Agung Bastian Gultom pada 2008.

Baca juga: Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan

"Hindari Tindak Kekerasan Agar Tidak Terulang Lagi Peristiwa 12 Mei 2008 Yang Mengakibatkan Taruna Agung Bastian Gultom Meninggal Dunia," demikian pesan yang terpampang di tugu memorial tersebut.

Meskipun sudah banyak terpampang pesan anti-kekerasan di lingkungan kampus, nyatanya kasus kekerasan yang dilakukan senior kepada junior terus berulang.

Moratorium

Berkait dengan pesan 'Sekolah Ini Akan Dibubarkan Jika Ada Kekerasan' di STIP, Retno menyebut perlu dilakukan investigasi lebih mendalam soal kekerasan di sana.

"Ya pertama diinvestigasi dulu aja. Kalau kekerasannya sudah sangat parah, memang harus dihentikan," ungkap Retno saat dihubungi Kompas.com, Senin.

Retno menyampaikan, pihak berwenang perlu melakukan evaluasi terhadap sekolah kedinasan, termasuk STIP.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Megapolitan
Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Megapolitan
Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Megapolitan
DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Megapolitan
Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com