JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan baru mengenai gaji karyawan swasta yang dipotong sebesar 3 persen untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai kontra, terutama dari karyawan swasta dengan gaji pas-pasan.
Eduard (29), seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan bernama, merasa berat jika gajinya harus dipotong sebesar 3 persen per bulan.
Apalagi, saat ini ia harus menanggung banyak kebutuhan tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga keluarganya.
"Mungkin kalau perusahaan tidak begitu terasa dampaknya. Tapi buat saya, karyawan dengan gaji pas-pasan merasa sangat berat dengan adanya pemotongan 3 persen ini. Terlebih, implementasinya enggak bakal nambah gaji kan, jadi tetap dipotong 3 persen," ucapnya saat dihubungi, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara
"Kebutuhan juga banyak, apalagi enggak semua orang menggunakan gajinya itu untuk keperluan sendiri. Ada yang membiayai keluarga, mungkin ada biaya untuk anak, atau orangtua yang masih harus dibiayai," ujar dia.
Menurut Eduard, bagi masyarakat menengah yang tidak memiliki jaring pengaman keuangan (safety net), maka aturan baru Tapera membuat kondisi keuangannya berada dalam ancaman.
Hal serupa juga dirasakan oleh Panji (29), yang selama beberapa tahun terakhir bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta Selatan.
Panji menilai bahwa aturan baru Tapera ini dapat memberatkan masyarakat yang mungkin memiliki tujuan dan kondisi hidup berbeda-beda.
Baca juga: Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi
Sebagai karyawan rantau dengan gaji yang tidak besar, Panji masih harus memutar otak jika nanti gajinya benar-benar dipotong 3 persen untuk Tapera.
"Kalo emang diwajibkan dan nanti bisa diambil seperti BPJS Ketenagakerjaan, apakah pemerintah ini bisa menjamin kepengurusannya enggak akan rumit?," sambung dia.
Sementara Devi (31), seorang karyawan swasta di Jakarta Barat, juga menolak Tapera yang dirasa dapat memberatkan karyawan.
"Jika ditanya, tiap tahun ada kenaikan gaji, maka Tapera ini enggak jadi masalah. Namun, tidak semua perusahaan menaikan gaji, pun jika angka kenaikan tersebut tidak berdampak signifikan tetap juga beriringan dengan angka inflasi yang naik tiap tahun," katanya.
"Jadi Tapera bukan solusi agar warga memiliki rumah, karena sebagian warga sudah berinisiatif membeli rumah sendiri dengan KPR," imbuh dia.
Baca juga: Pengamat Sebut Program Tapera Sudah Tepat meski Gaji Pekerja Dipotong
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru terkait iuran untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Salah satu poin utama yang diatur dalam ketentuan itu ialah terkait potongan iuran bagi pekerja untuk kepesertaan Tapera. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 15 ketentuan itu.
Dijelaskan di pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja.
Adapun besaran itu dibayarkan 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.