JAKARTA, KOMPAS.COM - Kasus Prita dinilai bentuk ketidakprofesionalisme aparat kejaksaan sehingga salah dalam menempatkan pasal terhadap kasus tersebut.
"Karena itu perlu reformasi dalam pemerintah dan institusinya," kata Calon Presiden Jusuf Kalla dalam diskusi publik bertajuk 'Capres Bicara Hukum' yang diselenggarakan Indonesian Legal Roundtable di Hotel Four Season Jakarta, Senin (8/6).
Dalam diskusi tersebut, JK menjawab setiap pertanyaan dari tiga panelis yaitu pakar hukum Todung Mulya Lubis, pakar hukum Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana, dan Pemimpin Redaksi Tempo Bambang Harymukti di hadapan sekitar 200 undangan dari kalangan advokat, LSM, kejaksaan, Komisi Yudisial.
Dalam diskusi tersebut, Todung menanyakan kasus Ahmadiah kepada JK yang dianggap telah melanggar HAM karena adanya intimidasi terhadap pengikut Ahmadiah. Menurut JK, segala bentuk kekerasan yang dilakukan kepada pengikut Ahmadiah tidak dibenarkan dan telah melanggar hukum.
Namun untuk ajaran Ahmadiah itu sendiri, JK berpendapat bahwa ajaran tersebut telah melanggar ketentuan ajaran Islam sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan."Dalam agama ada aturannya dan tidak boleh dilanggar," ucapnya.
Todung juga menanyakan kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti kasus Priuk, Semanggi I dan II, Trisakti, dan lain-lain, yang tidak terselesaikan. Menurut JK, pemerintahan sekarang telah berusaha menangani kasus. Namun, langkah tersebut tertahan di pengadilan yang tidak bisa membuktikan adanya skenario besar terhadap kasus tersebut."Kasus HAM tentu dilanjutkan ke hukum dan itu perlu pembuktian," kata JK.
Ketika ditanya masalah UU syariah di daerah, JK mengatakan bahwa ajaran agama tidak perlu diatur dalam undang-undang seperti yang ada di beberapa daerah."Kita ada UU, PP, keppres, perda tetapi tetap yang tertinggi adalah Alquran dan yang memberikan sanksi pelanggaran adalah Tuhan bukan bupati," tegasnya.
Sedangkan panelis lain Hikmahanto menanyakan tentang pandangan JK terhadap UUD'45 yang saat ini di masyarakat terbagi menjadi tiga kelompok yaitu yang menginginkan UUD'45 dalam bentuk asli, menjalankan amandemen UUD'45 tersebut, serta perlu dilakukan amandemen kembali.
Menurut JK, posisinya lebih menginginkan agar UUD'45 diimplimentasikan karena telah merubah prinsip-prinsip dasar."Jika nanti perlu adanya amandemen lagi yah bisa saja," ucapnya. (C8-09)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.