JAKARTA, KOMPAS.com —
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak mengizinkan pendirian mal. Menurut dia, daya dukung lingkungan Jakarta sudah tidak memadai untuk menambah pusat perbelanjaan. Penambahan mal hanya akan membuat lalu lintas makin macet.

"Kalau mau minta izin (membangun mal) tidak akan diberi. Mau apa?" kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Selasa (17/9), di Balaikota Jakarta. Perlakuan ini berlaku untuk pengembang yang sudah mengajukan izin ataupun yang akan mengajukan.

Menurut Jokowi, Jakarta saat ini memiliki mal terbanyak di dunia. Di meja gubernur saja sudah ada permintaan izin pembangunan 14 mal baru. Jumlah itu, menurut dia, sudah terlalu banyak. "Selalu yang dibangun mal, hal-hal yang sifatnya konsumtif, mewah," ujarnya.

Wacana moratorium izin mal pernah mencuat saat pemerintahan Gubernur Fauzi Bowo. Namun, hal itu belum terealisasi sampai sekarang.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, secara prinsip Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak anti-pembangunan mal.

"Namun, jangan sampai ketika daya dukung lingkungan tidak cukup, mal tetap dibangun," katanya.

Selama ini di sekitar pusat perbelanjaan di Jakarta sering menjadi titik macet. Jalan menuju mal dan akses ke mal sering kali menyebabkan arus lalu lintas kendaraan terhambat.

Saat ini, menurut Basuki, tidak ada lagi tempat yang mendukung untuk pembangunan mal. Kawasan pusat kota telah jenuh dengan gedung dan mal.

"Dengan kondisi seperti sekarang, tentu tidak bisa lagi dibangun mal. Jika transportasi massal sudah baik, mungkin bisa saja mal dibangun. Itu pun tidak mungkin di tengah kota. Kalau mau bangun, ya, di Jakarta Timur atau di Marunda," ujar Basuki.

Jakarta Selatan sama sekali terlarang untuk pembangunan mal. Wilayah itu dirancang sebagai daerah resapan air. Ruas-ruas jalan pun tidak lebar. Apabila dipaksakan untuk membangun mal, akan timbul kemacetan parah yang justru membuat masyarakat enggan datang.

Terkait dengan payung hukum untuk penghentian izin pembangunan mal, Jokowi mengatakan, dia tidak akan repot menerbitkan peraturan gubernur. Dia menyatakan cukup dengan tidak menandatangani perizinan yang diajukan.

Tutum Rahanta, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, meminta Pemprov DKI Jakarta memperjelas pelaksanaan moratorium pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan. Menurut dia, wacana ini belum pernah terwujud karena landasan hukum dan konsepnya belum jelas. "Jika memang serius, sebaiknya disiapkan secara matang, tidak mengulangi wacana sebelumnya. Yang lebih penting target moratorium itu apa," kata Tutum.

Penjelasan ini, menurut Tutum, diperlukan agar pengusaha pusat perbelanjaan dapat mengantisipasi dampak yang akan muncul. (FRO/NDY)