Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPRD DKI Nilai Jokowi Dipermainkan Anak Buah

Kompas.com - 09/11/2013, 09:19 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi A DPRD DKI, William Yani, menilai Gubernur DKI Joko Widodo menjadi korban permainan anak buahnya. Banyak laporan yang disampaikan kepadanya terindikasi tidak benar sehingga berujung masalah.

Kepada Kompas.com, Sabtu (9/11/2013), pria yang akrab disapa Willy itu mengungkapkan, setidaknya ada dua hal yang mencerminkan situasi tersebut. Pertama, soal penataan Taman Bersih Manusiawi Wibawa (BMW), Jakarta Utara. Di tengah komitmen Joko Widodo ingin membuka fasilitas olahraga berupa stadion megah, rupanya lahan itu masih menyisakan sengketa.

"Kasihan Pak Jokowi dan Ahok. Mereka tidak mengerti apa-apa, tiba-tiba dikasih data dari bawahannya main tanda tangan, padahal status aset lahan di sana belum jelas kepemilikannya," ujar Willy.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pun mendukung agar Jokowi-Ahok menyelesaikan sengketa hukum seluas lahan di Taman BMW terlebih dahulu agar pada waktu yang akan datang tidak timbul masalah. Menurutnya, jangan pernah membangun apa pun di lahan itu sebelum lahan jadi resmi aset Pemprov DKI.

"Kalau telanjur masuk di BPKD (Badan Pengelolaan Keuangan Daerah), coret saja, sampai itu dianggap menjadi aset Pemda. Jangan mau bangun stadion kalau sertifikat belum ada," ujarnya.

Seperti diberitakan, informasi mengenai sengketa terhadap lahan seluas 66,6 hektar Taman BMW tersebut disampaikan mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto serta politisi senior AM Fatwa.

Sejumlah pihak yang mengaku memiliki sertifikat sah atas tanah sebelumnya telah mengadu kepada Prijanto. Mereka menilai ada upaya penyerobotan lahan warga oleh perusahaan pengembang.

Salah satu perwakilan keluarga ahli waris, David Sulaiman, meminta mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo yang kini menjadi Duta Besar Jerman dan Sutiyoso ikut bertanggung jawab dalam pembebasan tanah senilai Rp 732 miliar. Keduanya merupakan pihak yang menandatangani sejumlah dokumen tanah yang diduga bermasalah tersebut pada rentang waktu 2007-2008.

Adanya data yang tidak valid dari anak buah kepada gubernur dan wakil gubernur juga terjadi dalam pengajuan perusahaan yang ditangguhkan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta. Buktinya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan buruh yang menuntut Jokowi menghapus SK penangguhan UMP di tujuh perusahaan garmen asal Korea di Kawasan Berikat Nusantara.

"Artinya, Disnakertrans DKI kan enggak bener memverifikasi mana perusahaan yang layak ditangguhkan UMP, mana yang tidak. Ini harusnya diperhatikan oleh Pak Jokowi," ujar Willy.

Willy berharap Jokowi menangkap gejolak yang mencerminkan adanya ketidakberesan data dari anak buahnya kepada dirinya. Jika perlu, lanjut Willy, ganti seluruh anak buah Jokowi-Ahok yang telah terbukti memberikan laporan yang tidak valid kepada keduanya. Hal ini guna mempercepat reformasi birokrasi yang diidam-idamkan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com