Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyanyian Puisi Jodhi Yudono, "Aku, Chairil, dan Rendra"

Kompas.com - 14/12/2013, 17:40 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — "Tuhanku dalam termangu, aku masih menyebut namaMu, biar susah sungguh mengingat, Kau penuh seluruh."

Penggalan puisi berjudul ”Doa” itu dilantunkan Jodhi Yudono dalam nyanyian puisi di atas panggung berukuran 13 meter x 3 meter. Ya, Jodhi menyanyikannya, bukan membacanya. Dengan mengalunkan lewat lagu, Jodhi ingin puisi-puisi lebih mudah dinikmati masyarakat.

Jodhi adalah penyair yang mulai menulis puisi sejak awal tahun 80-an. Karya-karyanya dimuat di berbagai media, mulai dari Suara Merdeka, Wawasan, majalah Hai, majalah Amanah, Kompas.com, dan lain-lain. Sementara kiprahnya menggubah lagu dari puisi dimulai tahun 1989 dan memanggungkannya di beberapa tempat, mulai dari Jakarta, Bali, Medan, Purwokerto, Salatiga, Semarang, Hongkong, hingga Turki.

Selain bernyanyi di panggung, Jodhi juga suka membawakan karya-karyanya untuk menghibur kawan-kawan yang sedang sakit. Ia kerap ditemukan menyambangi kenalan-kenalan atau orang-orang lain yang sakit dan kesusahan, lalu menghiburnya dengan nyanyian. "Nyanyian adalah bahasa yang bisa diterima setiap orang," begitu ujarnya.

Maka, pada Jumat (13/12/2013) Jodhi melagukan 10 puisi dalam nyanyian puisi di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia West Mall Lt 8, Thamrin, Jakarta Pusat. Dalam pentas ini, ia ingin memberikan kontribusi bagi bangsa untuk seni, sebuah acara yang menggabungkan seni sastra dan musik dengan judul "Nyanyian Puisi Jodhi Yudono: Aku, Chairil, dan Rendra".

Chairil Anwar dan WS Rendra adalah dua sosok penting dalam sejarah kepenyairan Indonesia, juga dalam jalan berkesenian Jodhi. Chairil meletakkan dasar-dasar pembebasan kata dalam bersajak, sedangkan Rendra membuat kata-kata lebih berdaya melalui puisi-puisi pamfletnya. Itulah yang menjadi alasan Jodhi melagukan puisi-puisi dua penyair tersebut. Secara pribadi, Jodhi memang mengidolakan dua penyair besar tersebut. Itulah sebabnya, melalui pergelaran ini, Jodhi ingin mengangkat kembali karya-karya mereka sebagai penghormatan sekaligus penghargaan terhadap Chairil Anwar dan WS Rendra.

Puisi “Doa” karya Chairil dijadikan pembuka dalam pentas nyanyian puisi tersebut. Petikan gitar mengiringi alunan doa, membuat kata-kata dalam puisi semakin magis dan merasuki hati. Jodhi melanjutkan nyanyian puisinya dengan puisi karyanya yang berjudul “Jogja”. Puisi itu ia buat ketika letusan Merapi terjadi tahun 2006. Ia terinspirasi dari pertemuannya dengan juru kunci  Merapi, Mbah Maridjan.

Puisi "Jogja" bercerita tentang alam Yogyakarta yang sudah tidak seperti dulu lagi. Sungai-sungai kehilangan pasir dan air, hutan kehilangan pohon, serta Malioboro, jantung kota yang kehilangan seniman. Jodhi menyanyikannya diiringi alunan suara flute dari Bujel Dipuro, petikan gitar oleh Anes Guo, dan permainan perkusi dari Kaunang Bungsu Supratman.

Nyanyian puisi ketiga yang ia lantunkan berjudul “Demi Kehidupan”, yang merupakan karyanya sendiri bercerita tentang alam di mana tanah, air, dan udara harus selalu dirawat. “Yang kau makan, yang kau minum, yang kau hirup, yang kau tanami adalah... bumi, air, udara, dan tumbuhan sahabat kita semua,” bait penggalan puisi tersebut diiringi permainan cello Jassin Burhan. Adapun puisi tersebut ia buat untuk mengingatkan kepada ketiga anaknya untuk selalu menjaga Bumi.

Selanjutnya Jodhi melantunkan “Derai-derai Cemara”. Puisi karya Chairil Anwar tersebut menjadi begitu indah dalam iringan permainan biola Yustin Arlette dan Dedi Jumwadi. Nyanyian puisi mendobrak suasana syahdu, Jodhi meneruskan dengan puisi karya Chairil berjudul “Yang Terempas dan Yang Putus”, puisi yang mengisahkan kematian tersebut ia lagukan lebih bersemangat, “Dibuat nge-beat agar tidak berlarut dalam isi puisi,” ujar Jodhi.

Puisi lain yang ia lagukan adalah karya WS Rendra bejudul “Kangen”, puisi Chairil Anwar berjudul “Penerimaan”, dan puisi “Pamflet Cinta” karya WS Rendra, yang menyita perhatian penonton. Dilanjutkan karya Jodhi berjudul “Mata Air” yang diiringi suara flute seperti kicauan burung dan permainan perkusi yang menyerupai suara aliran air.

Puisi "Mata Air" ia buat ketika mengunjungi daerah Ciomas, Banten, dan melihat ada mata air yang sangat jernih untuk menghidupi warga. Namun, saat ia kembali ke tempat itu, mata air tersebut sudah dikavling menjadi tempat produksi air mineral. Ia berpesan dalam puisi tersebut bahwa suatu saat nanti di dunia ini akan berperang karena air. Pentas nyanyian puisi ditutup dengan puisi karya Jodhi lagi berjudul "Setitik Noktah."

Saat pertunjukan usai, beberapa orang mengaku tertegun. Damar Jiwanggajati (18), mahasiswa Jurnalistik Politeknik Jakarta, mengaku sangat terkesan dengan pentas nyanyian puisi tersebut. “Keren banget. Kita jadi bisa menikmati puisi,” ucapnya.

Hal senada diungkapkan Sri wahyuni (18) yang berharap pentas nyanyian puisi dapat terus diadakan, “Kalau ada acara seperti ini lagi saya pasti akan datang,” ujarnya.

Seperti keharuan yang muncul di hati orang-orang yang pernah dihiburnya, Jodhi sepertinya berhasil menorehkan catatan dalam hati penonton. Bukan saja catatan tentang kehidupan, alam, atau manusia, melainkan juga catatan mengenai keindahan, dalam kata-kata dan dalam alunan lagu.

"Derai-derai Cemara", salah satu puisi karya Chairil Anwar yang digubah dan dinyanyikan oleh Jodhi Yudono dalam acara ini.
http://www.youtube.com/watch?v=jjT0rJdgzWk&list=WLIVCvQlqVyARS7Tcgxc9y2HUuo4JOFw1w&feature=mh_lolz

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com