Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Jangan Lagi TKI Jadi Bulan-bulanan di Luar Negeri

Kompas.com - 26/03/2014, 13:22 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menekankan pentingnya pembekalan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Apabila TKI mendapat pembekalan yang baik dan terlatih, maka TKI dapat menjadi warga terhormat di negara lain.

"Harus ada positioning TKI di luar negeri agar TKI warga kita tidak menjadi bulan-bulanan di luar negeri," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Pemerintah, kata dia, seharusnya dapat menghentikan pengiriman TKI ke negara-negara yang tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Indonesia. Sebab, apabila Indonesia mengirimkan tenaga kerja ke negara tanpa perjanjian tertulis itu, posisi Indonesia di hukum negara itu menjadi lemah.

Upaya yang bisa dilakukan saat ini, lanjutnya, adalah dengan memperketat izin bagi perusahaan yang memberangkatkan TKI. Ini karena sebagian izin TKI diperoleh melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta.

Bakal calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mengatakan, Pemprov DKI memberi perhatian besar terhadap kasus Satinah, TKI asal Ungaran yang akan mendapat hukuman eksekusi pancung di Arab Saudi karena membunuh majikannya. Untuk dapat membebaskan Satinah dari hukuman eksekusi, ia harus membayar diat (uang duka) sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga korban.

Pemerintah Indonesia menyumbangkan sebanyak Rp 12 miliar, sementara TKI seluruh Indonesia menyumbang Rp 2,4 miliar. Dengan demikian, masih ada kekurangan yang belum terpenuhi. Padahal, eksekusi pancung akan dilaksanakan tujuh hari lagi. Jokowi juga turut menyumbang uang untuk menutupi kekurangan biaya uang duka Satinah.

"Delapan puluh persen perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) berada di Jakarta. Penampungan TKI gelap juga banyak di sini (Jakarta)," kata Jokowi.

Untuk mengantisipasi kasus ini terulang kembali, Jokowi memanggil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Priyono, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Dyah Pitaloka mengaku kecewa dengan pemerintah pusat karena mengurangi anggaran perlindungan TKI. Menurut Rieke, tahun lalu anggaran untuk pos tersebut senilai Rp 9,8 miliar. Namun, tahun ini jumlahnya berkurang menjadi Rp 5,5 miliar. Padahal, jumlah TKI yang terkena kasus meningkat tiap tahun.

Saat ini saja, lanjut dia, ada 41 TKI yang sedang menunggu hukuman mati di Arab Saudi. Ke depannya, tak boleh ada lagi mekanisme pembayaran uang sebagai pengganti hukuman mati.

"Harusnya pemerintah mendampingi sejak di persidangan awal. Satinah ini kurang mendapat perhatian," kata Rieke.

Sekadar informasi, Satinah, seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun, di sana, dia mendapat siksaan dari majikannya. Satinah pun melakukan perlawanan yang menewaskan majikannya.

Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Megapolitan
Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com