"Menanggapi itu, keberatan yang disampaikan oleh tim (pasangan nomor urut) 1 itu tidak ada yang tercakup ke UU 42 Tahun 2008," kata Ketua Panitia Pengawas Pemilu Jakarta Pusat, Burhanuddin, kepada wartawan, Rabu.
Untuk menggelar pemungutan suara ulang sebagaimana yang diminta saksi pasangan Prabowo-Hatta dalam keberatan tersebut, ujar Burhanuddin, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan UU tersebut.
Burhanuddin mengatakan pemungutan suara ulang dapat dilakukan bila ada pembukaan kotak suara oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara sebelum rekapitulasi di kelurahan tersebut dimulai.
Atau, lanjut Burhanuddin, penghitungan suara dilakukan di tempat gelap atau di rumah perorangan. Selain itu, kata dia, pemungutan suara ulang dilakukan bila ada bencana alam atau kerusuhan saat pemilu berlangsung.
Menurut Burhanuddin, saksi dari pasangan Prabowo-Hatta meminta kotak suara dibuka lagi setelah penghitungan suara dilakukan di tingkat kota. Menurut Burhanuddin, permintaan itu diajukan saat penghitungan masih digelar di tingkat di bawahnya.
"Sample dari KPPS harusnya itu kan dilakukan di tingkat bawah. Kemarin di kelurahan atau kecamatan. Ini kan sudah tingkat kota. Bukan maksud untuk menggunjing, tapi tahapan ini tetap harus berjalan," kata Burhanuddin.
Meski demikian, kata Burhanuddin, keberatan yang disampaikan saksi dari pasangan Prabowo-Hatta sudah masuk dalam dokumen pemberatan D2. Nantinya, ujar dia, pemberatan tersebut akan dilimpahkan ke tingkat provinsi.
Belum ada laporan
Adapun terkait permintaan saksi pasangan Prabowo-Hatta untuk membongkar dugaan pelanggaran penggunaan KTP di luar domisili untuk memilih di TPS tanpa ada formulir A5, Burhanuddin mengatakan belum ada laporan yang diterima Panwaslu Jakarta Pusat soal itu dari Panwaslu tingkat kelurahan maupun kecamatan.
"Setahu saya dari laporan teman-teman di bawah tidak ada. Berarti di sini saja tadi kan meminta. Di administrasi kami, dari kelurahan sampai kota, persoalannya (saksi Prabowo-Hatta) ada dugaan ketidakwajaran DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) yang gunakan A5 surat pindah dan KTP yang bukan domisili," ucapnya.
Burhanuddin mengungkapkan, proses yang tengah berjalan tersebut akan diputuskan berdasarkan tindak pidana pemilu. Menurut dia, Panwaslu Jakarta Pusat akan merekomendasikan keberatan tersebut dan berkoordinasi dengan polisi dan jaksa melalu sentra penegakan hukum terpadu.
Di sentra tersebut, kata Burhanuddin, pelanggaran pemilu akan dipilah apakah masuk kategori pidana pemilu atau pelanggaran administrasi. Bila terbukti ada tindak pidana pemilu, ujar dia, penanganan pelanggaran tersebut akan diserahkan ke kepolisian.
Sebaliknya, bila terbukti pelanggaran itu bukan tindak pidana pemilu maka penanganannya diserahkan kepada Badan Pengawas Pemilu. Keputusan atas dugaan pelanggaran tersebut akan diambil oleh Bawaslu.
Bila temuan tersebut terkait dengan masalah administrasi, lanjut Burhanuddin, Bawaslu akan melimpahkannya ke Komisi Pemilihan Umum lewat mekanisme rekomendasi. "Itu aturan kami di pengawas pemilu. Soal itu, kami sedang cek ke KPU untuk mendeteksi sistem pemilih. soalnya itu kan ada di KPU, tugas kami rekomendasikan ke KPU," tuturnya.
Burhanuddin mengakui tidak dapat memutuskan sikap atas pelanggaran atau keberatan tersebut. Sekitar satu sampai dua hari ke depan, dia mengatakan keputusan Bawaslu sudah akan didapat dan disampaikan kembali ke pengawas pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.