Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digugat Atas Penggelapan Rumah, Fatimah Mengaku Diteror Anaknya Sendiri

Kompas.com - 25/09/2014, 16:28 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Fatimah (90) tidak habis pikir bahwa anaknya sendiri, Nurhana, akan membawanya dalam kasus hukum atas sengketa kepemilikan tanah yang kini ditempati Fatimah bersama anak-anaknya yang lain.

Bahkan Fatimah mengaku beberapa kali diteror oleh Nurhana lewat pesan singkat (SMS). "Dia SMS saya kayak begini. Saya sudah sakit hati dengan dia (Nurhana)," kata Fatimah kepada Kompas.com sembari menunjukkan isi SMS dari Nurhana. [Baca: Ibu 90 Tahun Digugat Anak Perempuannya Rp 1 Miliar gara-gara Sertifikat Tanah]

Isi SMS tersebut beragam, namun intinya adalah meminta agar Fatimah dengan anak-anaknya beserta keluarga dari anak-anaknya pindah dari tempat itu. Nurhana mengklaim tanah itu masih milik suaminya, Nurhakim, karena sertifikat kepemilikan tanah masih atas namanya.

"Siapa yang benar adalah yang menuntut hak miliknya, siapa yang salah adalah orang yang nyerakahin bukan miliknya," demikian isi salah satu SMS yang dikirimkan dari nomor handphone Nurhakim. [Baca: Wanita Ini Mau Jual Ginjal untuk Bantu Ibu Bayar Gugatan Sengketa Tanah Rp 1 Miliar]

Pesan itu tidak pernah dibalas sama sekali. Bahkan Nurhakim kembali mengirim SMS yang mempertanyakan kenapa pesannya tidak dibalas. Fatimah pribadi tidak mempercayai hal tersebut karena almarhum suaminya, Abdurahman, telah membayar tanah itu untuk dijadikan tempat tinggal.

Tahun 1987, Abdurahman membeli tanah seluas 397 hektare itu seharga Rp 10 juta. Pembayaran yang dilakukan saat itu disaksikan oleh beberapa anaknya, namun tidak ada surat bukti telah membayar karena saat itu mereka masih menaruh kepercayaan dengan Nurhakim sebagai menantu.

Setelah Abdurahman meninggal, tanah tersebut mulai dipermasalahkan Nurhakim dan Nurhana. Mereka mengklaim kepemilikan tanah dan menuduh Abdurahman belum membayar sama sekali harga tanah tersebut.

Masamah, salah satu anak Fatimah, mengaku sejak awal kasus ini memang langsung dibawa Nurhana ke jalur hukum. Dia juga menegaskan sejak awal permasalahan, kakaknya itu langsung menggunakan pengacara.

"Boro-boro saya pakai pengacara buat ibu, ini karena mepet saja jadinya pakai pengacara, itu juga enggak bayar," kata Masamah.

Fatimah dituntut sebesar Rp 1 miliar sebagai biaya ganti rugi. Nominal tersebut awalnya hanya diminta Rp 10 juta oleh Nurhakim dan Nurhana, namun makin lama uang yang diminta semakin banyak, yakni dari Rp 50 juta, Rp 100 juta, sampai Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com