Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Abaikan Surat Teguran Menteri Yuddy

Kompas.com - 25/02/2015, 11:36 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan tetap akan menjalankan kebijakan pemberian tunjangan kinerja daerah (TKD) dinamis kepada pegawai negeri sipil (PNS) DKI meskipun ia mengaku Pemprov DKI telah menerima surat teguran dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi perihal tingginya nilai TKD yang dapat menyebabkan kecemburuan pada provinsi lainnya. 

"Sudah biarin aja. TKD tetap jalan saja. Nanti kami balas suratnya. Masalah TKD ini kan yang menentukan Mendagri," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (25/2/2015).

Surat teguran Menteri Yuddy itu dikirim ke Pemprov DKI Jakarta pada 11 Februari 2015 lalu. Di dalam surat teguran itu, disebutkan bahwa kebijakan penerapan TKD dinamis telah menyalahi komponen umum pemberian gaji para PNS. (Baca: Fitra Tuding APBD DKI Dikembalikan karena Gaji PNS DKI Terlalu Besar)

Lagi pula, lanjut dia, sejak dulu, gaji yang diterima PNS DKI sudah lebih tinggi dibanding PNS pemprov lainnya. Sebab, Pemprov DKI tidak menerima dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat. DAU merupakan dana yang dialokasikan pemerintah pusat kepada daerah otonom. 

Menurut Basuki, penerapan TKD dinamis ini digunakan sebagai kompensasi penghapusan honorarium yang menghabiskan 30-40 persen dari total APBD. Dahulu, besaran honorarium tidak merata dibagikan di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI.

Pria yang akrab disapa Ahok itu menjelaskan, dahulu, setiap kegiatan pasti ada honor panitia, bahkan ada kegiatan yang bentuknya tidak besar, tetapi pemberian honornya tidak berhenti. Setelah penerapan sistem e-budgeting, Basuki melakukan evaluasi honorarium dan ditemukan banyak kegiatan yang tidak efisien serta hanya membuang anggaran secara percuma.

Adapun honor terbesar, lanjut dia, untuk honor ukur tanah. Sementara itu, anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai, lanjut Basuki, telah sesuai dengan peraturan yang ada, yakni 24 persen dari total APBD. 

Besaran TKD dinamis yang diberikan kepada pegawai disesuaikan dengan kinerja yang dihasilkan sehingga, lanjut Basuki, tunjangan ini tidak diberikan berdasarkan konsep "PGPS" (pintar goblok penghasilan sama). Basuki menganalogikan gaji yang diterima pegawai dengan kata "hujan".

"Dulu 'hujan' enggak merata karena ada honor tim pengendali teknis dan macam-macam yang jumlahnya di atas 30 persen. Sekarang bukan 'hujan' yang merata, tapi 'mendung' yang merata, nah 'hujan'-nya tergantung Anda. Sekarang pertanyaan saya, Menteri PAN-RB sadar enggak, dirjen-dirjen itu dapat gaji Rp 200-300 juta tiap bulan, kok dibolehin?" kata Basuki. (Baca: Menteri Yuddy: Gaji PNS Pemprov DKI Potensial Timbulkan Dampak Sosial)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Megapolitan
'Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise'

"Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise"

Megapolitan
Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Megapolitan
Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Megapolitan
Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Megapolitan
Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Megapolitan
Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com