Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lulung: Silakan Laporkan DPRD, asal Jangan Ada Kriminalisasi

Kompas.com - 29/03/2015, 08:48 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana mengapresiasi laporan yang dibuat oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) soal temuan korupsi yang diduga dilakukan oleh DPRD DKI dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi DKI.

"Melaporkan DPRD itu sah-sah saja. Kalau menyangkut RAPBD 2014, saya apresiasi, kita dukung. Kalau ada temuan di eksekutif, ya harus ditegakkan. Begitu juga kalau temuan ada pada Dewan, itu harus diproses hukum. Tetapi, ingat, jangan ada kriminalisasi," ujar Lulung, Jumat (27/3/2015).

Meskipun demikian, Lulung berpendapat pihak yang harus diperiksa terlebih dahulu atas temuan korupsi oleh ICW adalah pihak eksekutif. Ia menjelaskan, fungsi DPRD adalah membuat peraturan daerah dan melakukan fungsi budgeting. Setelah proses RAPBD berjalan sesuai prosedur hingga dana cair, penanggung jawab ada pada eksekutif. DPRD hanya melakukan pengawasan saja.

"Siapa yang mengelola keuangan? Pemerintah. Siapa panitia lelang? Pemerintah. Yang mengatur percepatan pembangunan siapa? Pemerintah. Nah, misalnya diduga ada korupsi, jelas pemeriksaan harus dari pemerintah dulu," ujar Lulung.

"Lalu, apa hubungannya dengan Dewan sebagai yang bahas budgeting tadi? Nah, silakan selidiki. Kita apresiasi dan kami harus bertanggung jawab," tambah Lulung.

Sebelumnya, ICW melaporkan hasil investigasi mereka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait adanya indikasi korupsi pada APBD DKI 2014 dan 2015 yang diusulkan oleh DPRD DKI. [Baca: ICW Laporkan Hasil Investigasi Kongkalikong DPRD-SKPD DKI ke KPK]

ICW menduga ada pejabat Pemprov DKI Jakarta bersama rekanan sebagai pelaku kasusnya. Dugaan korupsi ini terdapat pada lima mata anggaran, yakni pengadaan buku, UPS, scanner, printer 3D, dan alat fitness.

ICW juga meminta KPK memeriksa dugaan keterkaitan anggota DPRD di Komisi E untuk kasus yang dilaporkan tersebut. Sebab, hasil investigasi ICW terhadap APBD DKI usulan DPRD pada 2014 dan 2015, baik APBD biasa maupun perubahan, ditemukan adanya kejanggalan. [Baca: ICW Duga Ada Anggota DPRD DKI yang Manfaatkan APBD untuk Proyek Bukunya]

ICW menaksir, kerugian negara sementara ini mencapai Rp 200 miliar. Pada pelaporan hari ini, ICW akan membawa sejumlah barang bukti ke KPK. [Baca: ICW: Pengadaan Buku Terbitan Anggota DPRD DKI Masuk ke APBD 2014]

Hal itu meliputi buku, dokumen riwayat harga penawaran sendiri (HPS) yang ditetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK), dokumen penawaran harga dari semua peserta lelang, dokumen kontrak, dan dokumen harga pembanding dari perusahaan lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Megapolitan
'Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise'

"Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise"

Megapolitan
Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Megapolitan
Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Megapolitan
Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Megapolitan
Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Megapolitan
Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com