Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehidupan di Kolong Jembatan 66 Setiabudi

Kompas.com - 06/08/2015, 15:35 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sepintas tidak ada yang aneh dari kolong Jembatan 66, Setiabudi, Jakarta Selatan. Namun, jika diamati lagi, di kolong jembatan yang menghubungkan Jalan Rasuna Said dengan kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu, ada sebuah kehidupan.

Berbatasan langsung dengan Waduk Setiabudi, sebuah kampung di kolong jembatan itu memiliki akses terbatas. Satu-satunya jalan yang bisa diakses paling mudah adalah dari jalan satu arah di sebelah kiri Hotel Four Seasons, Setiabudi.

Di luarnya, tampak deretan warung yang cukup ramai dikunjungi karyawan atau sopir taksi yang mangkal dekat waduk.

Di balik warung, ada sebuah beton besar yang memiliki ruang setinggi kira-kira 1 meter. Itulah akses masuk ke kampung tersebut.

Karena itu, orang dewasa harus berjalan dengan menunduk saat melewatinya. Saat melewati ruang beton itu, deretan rumah semipermanen yang terbuat dari triplek mulai terlihat.

Setiap rumah hanya memiliki luas sekitar 2 x 2 meter. Untuk dapur, kamar mandi, dan mushala, semuanya dipakai bersama-sama di luar rumah.

Di depan rumah-rumah itu, tampak beberapa bangku yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk duduk-duduk penghuninya.

Seperti hari ini, Kamis (6/8/2015), sejumlah warga tampak asyik duduk-duduk di sana sambil menyeruput kopi dan memakan gorengan. Robinur (38), salah satu warga, mengaku telah tinggal di sana sejak tahun 1999.

Ia termasuk penghuni baru sebab ruang di kolong jembatan itu sudah dihuni sejak tahun 1980-an.

"Awalnya cuma tinggal sendiri, kemudian bawa anak dan istri. Ya beginilah, tinggal di sini saja dari dulu," ujarnya kepada Kompas.com.

Kampung kolong memang telah berdiri sejak puluhan tahun yang lalu. Kini, kampung kolong itu dihuni oleh 77 keluarga sehingga orang yang tinggal di sana pun berjumlah ratusan.

"Orang-orang nyebutnya kita ini orang kolong," kata Usup bin Syitap (65), salah satu warga tertua yang tinggal di kampung kolong.

Rumah-rumah di sana kebanyakan terdiri dari dua lantai. Lantai duanya lebih banyak mengandalkan beton jembatan.

Para penghuninya membangun sendiri rumah-rumah tersebut dengan triplek dan kayu-kayu seadanya sehingga konstruksinya pun tidak beraturan.

Meski begitu, fasilitas yang dimiliki sebagian rumah cukup komplet, misalnya televisi, kipas angin, bahkan mesin ventilator untuk mengeluarkan udara panas.

Menurut Usup, kampung kolong memiliki sumber listrik resmi dan berbayar. Setiap bulan, mereka patungan membayar iuran listrik.

Di sana, juga terdapat enam kamar mandi yang dipakai bersama-sama. Mereka mengaku juga mendapat air bersih dengan cara membayar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com