Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurang Meriah Konsekuensi Regulasi Pemilu

Kompas.com - 03/12/2015, 16:42 WIB
Oleh: RATIH PRAHESTI SUDARSONO

DEPOK, KOMPAS — Regulasi pilkada, partai gagal atau telat mencetak tokoh politik daerah, dan kesadaran masyarakat bahwa pilkada menggunakan uang rakyat membuat pesta demokrasi di Kota Depok, Jawa Barat, tak semeriah yang diharapkan.

Namun, KPU Kota Depok tetap optimistis pada 9 Desember nanti warga pemilik suara berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara.

Ketua KPU Kota Depok Titik Nurhayati mengatakan, tidak perlu bingung atau khawatir jika kampanye pilkada serentak pertama ini terkesan tidak meriah karena politik itu berproses.

"Saya tetap optimistis pada 9 Desember nanti masyarakat akan datang ke TPS-TPS. Saya berkeliling sampai ke pelosok-pelosok. Mereka tahu tanggal 9 Desember waktunya nyoblos. Namun, mereka memang belum punya pilihan siapa yang harus dipilih. Tugas kami adalah menyosialisasikan tanggal 9 Desember dan teknis pencoblosan, bukan mempromosikan pasangan calon yang maju," tutur Titik, Kamis (3/12).

Menurut Titik, putusan Mahkamah Konstitusi terkait pilkada memang mengubah konstelasi politik karena kini mengharuskan tokoh parpol yang sudah menjadi anggota DPR/DPRD dan ingin maju dalam pilkada harus berhenti sebagai anggota DPR/DPRD.

"Untuk masa depan politik Indonesia, ini sangat baik karena menjanjikan masyarakat tidak akan lagi melihat tokoh politik itu sebagai petualang politik," katanya.

Titik mengatakan, keputusan MK sangat bisa diterima dan sesuai dengan rasionalitas dalam masyarakat.

"Bayangkan saja, dulu, sebagai anggota DPR/DPRD yang masa kerja lima tahun, kalau dia harus maju di pilkada harus cuti. Kalau kalah, mereka kembali jadi anggota DPR/DPRD. Kapan mereka bekerja untuk rakyat?" ujarnya.

Ketua DPD Partai Nasdem Hj Sofiah menilai, kampanye kali ini kurang meriah karena regulasinya sangat ketat.

"Sekarang alat-alat peraga kampanye yang dipakai hanya yang dibuat KPU daerah. Jadi, kami tidak jor-joran lagi saat kampanye. Uang partai juga terbatas karena ini pilkada serentak. Jadi, kami harus pandai membagi," katanya.

Namun, Sofiah optimistis bahwa TPS akan dipenuhi warga pemilih. Pihaknya sendiri, untuk menjaring dan mengajak warga ke TPS, bersama kader partai mendatangi perumahan-perumahan, door to door, menyerahkan brosur yang berisi ajakan datang ke TPS dan mencoblos pasangan calon wali kota-wakil wali kota yang diusung partainya.

"Warga Depok itu banyak sekali yang bekerja di Jakarta. Jadi, pagi berangkat malam baru pulang. Paling tidak brosur saya tinggalkan di rumahnya sehingga ketika dia pulang tahu ada pilkada Kota Depok," katanya.

Sementara itu, Bambang Bastari dari lembaga swadaya masyarakat Komando Pejuang Merah Putih, mengatakan, selain sosialisasi pilkada yang dilakukan KPU daerah kurang, masyarakat saat ini masih tak paham bahwa pelaksanaan pilkada itu sepenuhnya menggunakan APBN/APBD atau uang rakyat.

Jadi, pada hari terakhir masa kampanye ini, sebelum tanggal 9 Desember, harus digencarkan kesadaran bahwa penyelenggaraan pilkada menggunakan uang rakyat.

"Kalau mereka sadar pilkada menggunakan uang rakyat, mereka pasti lebih bertanggung jawab untuk mengamati serta meneliti dan memilih para calon pimpinan daerah mereka," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com