KOMPAS.com - Sebelum menjadi rimba beton, Jakarta Timur adalah hamparan sawah.
Belakangan, makin sulit menemukan sawah di Jakarta Timur karena tanah telah berubah menjadi bangunan.
Pekan lalu, tim Jakarta Kota Sungai Kompas mendapati secuil sawah dan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman pangan saat menyusuri Sungai Buaran, Sungai Cakung, dan Sungai Jati Kramat yang mengalir di Jakarta Timur.
Di tengah terik matahari Rabu (18/5) siang itu, Tarsan (54) berjalan tanpa alas kaki meniti pematang di daerah Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Pria asal Indramayu, Jawa Barat, itu menyemprotkan pestisida.
Lahan milik Pemprov DKI Jakarta di tepi Sungai Buaran dan berbatasan langsung dengan Kota Bekasi itu digarap Tarsan dan keluarga sejak 1999.
Mengandalkan Sungai Buaran untuk mengairi lahan pertanian, Tarsan tidak pernah kekurangan air.
"Kalau untuk padi setahun bisa dua kali panen, sedangkan untuk palawija dan sayuran bisa lebih sering," kata Tarsan yang memperoleh rata-rata 3 ton gabah kering giling setiap panen padi.
Gabah dijual ke Karawang dan Bekasi. Sayuran atau timun dijual ke Pasar Induk Kramat Jati.
Abdul Hadi (80), warga Kelurahan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur, memanfaatkan air Sungai Cakung yang keruh untuk mengairi bayam dan kangkung yang dia tanam di lahan seluas 500 meter persegi, di tepi sungai itu. "Sekali panen bisa dapat 15 kg. Lumayan untuk dijual," ujar Abdul.
Ingatan akan pertanian juga tersimpan baik dalam memori Nanang Supriyadi (43), orang Betawi yang bermukim di Kampung Warudoyong, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Jatinegara.
Ayah empat anak ini, tahun 1984, membantu orangtua mengangkut padi dengan menyusuri rel dekat Stasiun Buaran.
"Panen padi pakai ani-ani. Orangtua yang manen, padinya saya yang angkut. Di tempat saya, di Buaran, saat itu semuanya masih sawah," kata Nanang.
Areal persawahan di tempat tinggal Nanang pada masa itu diairi dari Kali Buaran yang membujur dari Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, ke arah utara sampai di Cakung Drain.
Kali Buaran berada tepat di sisi timur rumah Nanang. Saat itu rumahnya menghadap rel, arah selatan.
Sekitar tahun 1993, arah rumahnya mulai berubah. Rumah Nanang dan warga sekitarnya mulai menghadap jalan dan membelakangi Kali Buaran.