Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Soroti Kelemahan Permenhub soal Taksi "Online"

Kompas.com - 23/03/2017, 12:32 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai keberadaan taksi berbasis aplikasi atau online selama ini baru menjawab prinsip aksesbilitas transportasi karena konsumen lebih mudah mendapatkannya daripada taksi konvensional.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyayangkan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek belum memuat aturan mengenai perlindungan konsumen.

"Sedangkan aspek yang lain, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya. Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, melalui keterangan tertulis, Kamis (23/3/2017).

(baca: Grab Sebut Revisi Aturan Taksi "Online" Berpotensi Rugikan Indonesia)

Tulus menilai tarif yang diberlakukan taksi online juga tidak selalu murah, bahkan lebih mahal dari taksi konvensional saat jam sibuk dan kondisi hujan. Bila ditinjau dari aspek pemberlakuan tarif batas atas dan bawah, taksi konvensional sudah menerapkannya.

"Justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran," ujar Tulus.

Sementara itu, dari segi jaminan perlindungan terhadap konsumen, YLKI menilai taksi online belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumen, misalnya membagikan data konsumen ke mitra bisnis untuk obyek promosi.

“Bahwa keberadaan taksi online tidak mungkin dilarang, tapi juga tidak mungkin dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi," ungkap Tulus.

(baca: Revisi Permenhub 32 Disebut Akomodasi Kepentingan Taksi "Online" dan Konvesional)

Tulus menuturkan, YLKI juga mendesak operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanan, misalnya kemudahan akses seperti yang diberikan taksi online.

“Jika perlu, Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional, harus dibebaskan dari unsur inefisiensi. Sehingga konsumen tidak menanggung tarif/ongkos kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional.”
 
Tulus menilai revisi Permenhub 32/2016 sudah terlalu permisif dan kompromistis, salah satunya izin mobil LCGC sebagai taksi meski, menurut YLKI, tidak layak dijadikan angkutan umum jika dinilai dari sisi keamanan.

Kompas TV Laba Taksi Konvensional Terus Melambat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com