Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moda Transportasi Bus, Kejayaan yang Kini Tinggal Kenangan

Kompas.com - 15/06/2017, 19:10 WIB

Moda bus bak bunga layu yang ditinggalkan kumbang-kumbang. Konsumen beringsut menjauhi moda transportasi yang dulu digemari ini. Jika tidak berbenah, bukan tak mungkin kejayaan yang pernah ada akan tinggal kenangan.

Haruddin (38) berdiri di dekat bus yang akan dikendarainya, Citra Sekar Harum (CHS) 88. Terik matahari makin membuatnya gelisah. Sopir bus ini harap-harap cemas menanti tambahan penumpang yang akan ia bawa ke Bengkulu. Baru ada 18 penumpang dari kapasitas 42 kursi.

"Biasanya mendekati musim Lebaran, kursi sudah terisi lebih dari setengah. Kami tak tahu sampai kapan bisa bertahan," katanya, ditemui di Terminal Kalideres, Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Haruddin mengatakan, dalam 10 tahun belakangan, usaha angkutan bus ibarat hidup segan mati tak mau. Moda bus terpuruk semenjak kehadiran penerbangan berbiaya murah. Harga tiket pesawat hampir sama dengan harga tiket bus.

Sehari-hari, bus CHS 88 hanya membawa 10-15 penumpang sekali jalan. Kegiatan operasional mereka terbantu karena mereka juga melayani jasa pengiriman barang.

Namun, tetap saja mereka lebih sering tekor karena ongkos dari penumpang tidak cukup menutupi biaya operasional.

Haruddin mengatakan, biaya operasional bus CHS 88 pergi-pulang (PP) Bengkulu-Jakarta sebesar Rp 6,7 juta, termasuk bahan bakar Rp 3,8 juta dan biaya penyeberangan Rp 2,72 juta.

"Sisanya Rp 180.000 untuk upah dua sopir dan dua kernet. Kami dituntut mencari penumpang di jalan untuk mendapat upah tambahan," katanya.

Ia menuturkan, mereka sering tak mendapat penumpang di jalan sehingga hanya mendapat sisa biaya operasional. Sopir dan kernet masing-masing dapat Rp 60.000 dan Rp 30.000.

"Itu upah mengemudikan Bengkulu-Jakarta PP empat hari empat malam. Padahal, sebulan kami hanya bisa melakukan 5-6 perjalanan PP," ujarnya.

Haruddin yang sudah 18 tahun menjadi sopir mengenang kejayaan bus pada akhir dekade 1990-an. Kursi bus hampir selalu terisi penuh. Ia bisa mendapat upah Rp 800.000 hingga Rp 1 juta untuk setiap perjalanan PP Bengkulu-Jakarta. Namun, semua tinggal kisah lampau ketika era penerbangan murah tiba. Pendapatannya kini kian merosot dari waktu ke waktu.

Di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Aris Nandar (35) asyik membilas badan bus yang sebelumnya telah disabuni. Sopir bus Arimbi ini menyimpan harapan seiring guyuran air yang membasuh bersih busa.

"Biar kelihatan bersih saja. Siapa tahu orang jadi pada ingin naik bus ini," ujar sopir bus jurusan Kampung Rambutan-Merak ini tersenyum lebar.

Periode Lebaran adalah masa yang dinanti karena biasanya terjadi lonjakan penumpang. Sayang, beberapa tahun belakangan, penumpang bus terus menurun.

"Tahun lalu, di hari-hari begini sudah lumayan yang mudik. Sekarang sepi," kata Aris.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Megapolitan
BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

Megapolitan
Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Megapolitan
Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Megapolitan
KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

Megapolitan
BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

Megapolitan
Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Megapolitan
Bus Transjakarta Bisa Dilacak 'Real Time' di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Bus Transjakarta Bisa Dilacak "Real Time" di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Megapolitan
Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com