Peneliti dari lembaga riset Populi Center Rafif Imawan mengatakan, nama Basuki atau Ahok memang masuk ke dalam survei, tetapi elektabilitasnya sangat kecil.
"Di pertanyaan terbuka mengenai siapa pilihan masyarakat menjadi capres dan cawapres, memang ada nama Basuki, hasilnya tidak terlalu signifikan sebetulnya," ujar Rafif dalam acara Aiman di Kompas TV, Senin (5/3/2018).
Rafif mengatakan, elektabilitas Ahok sebagai calon presiden hanya 0,4 persen. Sementara elektabilitas sebagai calon wakil presiden 2 persen.
Survei Populi Center ini dilakukan dengan wawancara tatap muka di 34 provinsi di Indonesia pada 7-16 Februari 2018. Sampelnya adalah 1.200 responden dan dipilih secara acak.
Margin of error dalam survei ini lebih kurang 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Sumber pendanaan survei ini dari kas internal Yayasan Populi Indonesia.
Berlebihan ajukan PK untuk pilpres
Kasus yang menjerat Ahok memiliki andil besar dalam turunnya elektabilitas Ahok ini. Ia mengatakan, sejak dipenjara, nama Ahok tidak lagi muncul di media.
Nama Ahok juga tidak lagi digadang-gadang menjadi calon wakil presiden seperti sebelum ada kasus ini.
Khusus di DKI Jakarta, pendukung Ahok bisa jadi masih banyak. Di luar Jakarta, Ahok belum tentu banyak pendukung.
Atas dasar itu, Rafif menilai sulit bagi Ahok untuk berhasil jika maju dalam Pilpres 2019. Anggapan bahwa Ahok mengajukan PK untuk maju Pilpres pun dinilai berlebihan.
"Saya rasa sedikit berlebihan karena ini susah sekali," ujar Rafif.
Sekali pun Ahok sukses dalam sidang PK kali ini, Rafif mengatakan, jalan Ahok dalam Pilpres masih sulit. Kesan mengenai Ahok di masyarakat yang lekat dengan citra orang yang pernah dipenjara.
Ahok bisa saja mengubah citra jika berhasil menjelma sebagai tokoh perubahan. Namun, itu pun masih sulit untuk meningkatkan elektabilitas Ahok pada Pilpres 2019.
Rafif mengatakan, sulit melihat ada partai politik yang mau mengusung Ahok saat kasusnya masih problematik.
"Karena begini, parpol siapa yang mau mengusung Ahok yang kira-kira kasusnya ini masih problematik," katanya.
Pada Mei 2017, Ahok divonis dua tahun penjara karena dianggap melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.
Sembilan bulan setelah vonis dijatuhkan, Ahok mengajukan peninjauan kembali. Menurut pengacaranya, kekhilafan hakim yang menangani perkara tersebut menjadi salah satu alasan Ahok mengajukan PK.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/06/11245021/populi-berlebihan-anggap-ahok-ajukan-pk-untuk-maju-pilpres