Salin Artikel

Perjalanan PK Ahok yang Berujung Penolakan MA

Juru bicara MA Suhadi mengatakan, majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar menolak seluruh alasan yang diajukan dalam PK Ahok.

"PK Ahok tidak dikabulkan majelis hakim. Alasanya (mengajukan PK) tidak dikabulkan majelis hakim. Pertimbangan belum bisa saya beri tahu " kata Suhadi saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (26/3/2018) sore.

Ahok melalui kuasa hukumnya, Fifi Lety Indra dan Josefina Agatha Syukur, mengajukan PK ke MA melalui PN Jakarta Utara pada 2 Februari 2018. PK tersebut terkait vonis 2 tahun penjara terhadap Ahok yang dijatuhkan majelis hakim pada Mei 2017.

Dalam memori PK yang diajukan, Ahok membandingkan putusan hakim terhadap Buni Yani di PN Negeri Bandung, Jawa Barat, dengan putusan hakim terhadapnya di PN Jakarta Utara.

Majelis hakim di PN Bandung menilai Buni Yani secara sah dan terbukti melakukan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu. Karena video yang telah terpotong itu, Ahok menjalani persidangan dan kemudian dinyatakan bersalah.

Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim dan saat ini sedang menjalani masa hukuman di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.

Sementara Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara karena dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

PK yang diajukan kuasa hukum Ahok juga beralasan, majelis hakim khilaf atau keliru dalam pengambilan keputusan.

Persidangan perdana terkait permohonan PK Ahok digelar pada 26 Februari 2018 di PN Jakarta Utara. Persidangan dipimpin Mulyadi, Salman Alfariz, dan Tugiyanto. Namun, persidangan di PN Jakarta Utara itu hanya sebatas pemeriksaan berkas PK Ahok. Berkas kemudian dikirimkan ke MA yang berwenang memutus PK tersebut.

Sidang PK yang yang digelar secara terbuka itu mendapat reaksi dari sejumlah organisasi masyarakat. Sejumlah ormas melakukan aksi unjuk rasa saat sidang PK di PN Jakarta Utara digelar. Ormas tersebut berharap majelis hakim menolak PK yang diajukan Ahok.

PK Ditolak

Setelah dinyatakan lengkap, berkas PK Ahok dilimpahkan PN Jakarta Utara ke MA. Juru bicara MA Suhadi saat menerima berkas PK itu mengatakan, pembahasan berkas PK Ahok akan berlangsung dua pekan. Menurut dia, cepat atau tidaknya putusan PK tergantung majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Namun, putusan PK tidak akan lebih dari 2 bulan.

"Paling lama dua minggu dari pekan ini. (Akhir Maret) insya Allah. Berdasarkan SOP-nya (pembahasan) enggak boleh lebih dari dua bulan, harus putus," kata Suhadi pada 15 Maret 2018.

MA menunjuk Hakim Agung Artidjo Alkostar sebagai pimpinan sidang PK Ahok. Selain Artidjo, hakim lainnya yang menangani PK Ahok adalah Salman Luthan dan Sumardijatmo.

Artidjo merupakan hakim agung yang kerap menangani kasus-kasus berat, khususnya kasus korupsi. Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo, sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.

Oleh Artidjo, mereka dijatuhi hukuman penjara lebih lama ketimbang putusan di pengadilan tingkat pertama. Bahkan, ada beberapa terdakwa yang mencabut permohonan kasasi ketika mengetahui Artidjo yang akan menangani perkaranya.

Senin kemarin, putusan MA sudah keluar. MA menolak PK yang diajukan Ahok. Putusan MA itu berselang sebulan dari sidang PK pertama yang digelar di PN Jakarta Utara pada 26 Februari.

Majelis hakim tidak mengabulkan seluruh alasan yang diajukan Ahok dalam PK tersebut. Terkait alasan lebih rinci, jubir MA, Suhadi masih enggan menjelaskan.

Upaya pengajuan PK Ahok tersebut merupakan yang pertama dan terakhir baginya. 

"Kalau melihat apa yang sudah digariskan Mahkamah Agung itu adalah final, satu kali. Hanya satu kali dan tidak boleh ada PK lain," kata Suhadi.

Pada 2014, MA menerbitkan surat edaran (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan PK, yang pada intinya memperbolehkan peninjauan kembali lebih dari sekali. Sejumlah terdakwa juga tercatat pernah mengajukan PK lebih dari sekali, seperti terpidana mati kasus narkoba Zainal Abidin.

Suhadi mengatakan, alasan Ahok tidak lagi bisa mengajukan PK karena MA melihat kondisi yang ada, manajemen perkara ada UU lain yang menentukan satu kali.

"UU MA, UU Kekuasaan Kehakiman, putusan PK tidak boleh dilakukan PK," ujarnya.

Suhadi menjelaskan, PK lebih dari sekali diupayakan terpidana mati lantaran putusan hukuman mati tidak kunjung dieksekusi kejaksaan. PK juga menjadi cara mengulur-ulur hukuman.

"Kematian tidak bisa ditukar dengan apa pun, jadi orang berusaha menghindari," katanya.

Keadaan yang bisa membuat perkara ditinjau kembali lebih dari sekali yakni jika ada putusan yang bertentangan satu dengan lain. Misalnya, penggugat menang di pengadilan tata usaha negara (PTUN), tetapi kalah di ranah perdata sehingga tidak bisa dieksekusi.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/27/09215341/perjalanan-pk-ahok-yang-berujung-penolakan-ma

Terkini Lainnya

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke