"Majelis Hakim yang mulia, saya mohon ringankan hukum saya karena saya merasa korban ungkap di persidangan itu tidak semua benar, ada hal yang dilebihkan," kata Komarudin.
Hal itu diungkapkan oleh Komarudin dalam pembacaan surat pembelaan di Ruang Sidang 5, Pengadilan Negeri Tangerang pada Selasa (3/4/2018).
Pada kesempatan itu, Tim kuasa hukumnya, Mas'ud, menjelaskan salah satu poin yang dinilai berlebihan dari pernyataan korban sebelumnya yaitu soal hasil visum pemukulan.
"Mereka (R dan M mengaku) dipukul oleh seseorang sebanyak 20 kali. Apakah pada saat mereka dipukul mereka hitung? Apa mereka tahu siapa yang mukul?" kata Mas'ud usai sidang.
Ia menambahkan, hasil visum tidak sesuai dengan pernyataan korban karena terjadi perbedaan bagian tubuh yang dipukul dan hasil visum.
"Kalau memang pemukulan terjadi, hasil visum harus sesuai dong. Jangan luka kepala hasil visum tangan lecet. Kata saksi korban kepala yang luka," ujarnya.
Komarudin sebagai Ketua RT melakukan penggerebekan dan tindak kekerasan kepada pasangan M dan R pada November 2018, bersama Ketua RW dan empat warga lainnya.
Mereka mendatangi kontrakan M yang diduga melakukan mesum dan langsung diarak keliling kampung. Mereka juga melepaskan pakaian pasangan tersebut sehingga aksi tersebut menjadi viral.
Akibatnya perbuatannya tersebut, Komarudin dituntut 7 tahun akibat melanggar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, Pasal 335 KUHP tentang pembiaran dan Pasal 29 UU Pornografi.
Setelah sidang pledoi atau pembacaan surat pembelaan, sidang putusan majelis hakim akan dilakukan pada Kamis, 12 April 2018, di Pengadilan Negeri Tangerang.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/03/18273871/ketua-rt-sebut-pasangan-yang-digerebek-dan-ditelanjangi-di-cikupa