Salin Artikel

Sejuta Cerita dari Para Penerima Aduan Warga di Balai Kota DKI...

JAKARTA, KOMPAS.com — Layanan aduan warga sudah ada di Balai Kota sejak dua tahun lalu  ketika Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur DKI. Suatu ketika, Basuki atau Ahok memutuskan untuk mengajak serta PNS DKI dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk membantunya melayani aduan warga.

Ahok dan PNS melayani warga sambil berdiri. Saat Djarot Saiful Hidayat meneruskan kepemimpinan Ahok, metode pengaduan dibuat lebih rapi.

Meja-meja disiapkan di pendopo Balai Kota. Gubernur tidak perlu turun langsung. Warga yang ingin mengadu bisa mendatangi PNS yang ada di meja itu sesuai bidang.

Pada era pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, kebiasaan itu diteruskan. Beka, Hizbullah, dan Laurencius adalah PNS-PNS yang sudah dua tahun menjadi bagian dari layanan aduan warga ini.

Mereka punya "sejuta" cerita tentang pengalamannya melayani warga. Beberapa pengalaman cenderung lucu hingga mereka tidak bisa melupakannya begitu saja.

Warga yang minta lagi dan lagi

Terkadang, ada warga yang terus menerus datang ke Balai Kota. Laurencus bercerita, suatu ketika ada warga yang meminta bantuan untuk membeli laptop anaknya.

Pemprov DKI tentu tidak memiliki anggaran untuk itu. Namun, akhirnya warga itu diberikan laptop juga oleh Ahok yang dulu menjadi gubernur.

"Dia sudah dikasih laptop, tapi suatu ketika laptopnya rusak, lalu dia datang ke sini lagi minta diperbaiki," ujar dia di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Beka, PNS lainnya, bercerita pernah juga ada profesor lulusan Jerman yang sudah lansia  datang ke Balai Kota meminta pekerjaan. Keesokan harinya, datang lagi untuk minta kacamata, dan meminta rusun.

"Lalu minta juga kartu Transjakarta, kartu lansia. Katanya dia, kan, aset bangsa yang harus diperhatikan," ujar Beka. 


Kenali si calo

Ada juga warga yang setiap hari datang ke Balai Kota, tetapi membawa masalah yang berbeda-beda. Selain itu, masalah yang dibawa juga bukan masalahnya sendiri, melainkan masalah orang lain.

"Jadi mirip calo ya, kita enggak tahu apakah sama dia dibisnisin juga atau enggak nih," kata Beka.

Bisa saja, warga itu pernah merasa cepat tertolong setelah mengadu ke Balai Kota. Kemudian akhirnya jadi menyebarkan berita itu ke orang lain.

Meski demikian, Beka dan teman-temannya tetap harus menampung aduan itu. Kemudian, aduannya diperiksa dan ditindaklanjuti kembali.

Beka dan teman-temannya juga sering dibohongi. Setelah menghadapi banyak orang selama dua tahun terakhir, insting Beka mengenali mereka yang berbohong jadi terasah.

"Ada lho yang dia datang ke sini naik kursi roda, bilangnya datang sendirian. Padahal, ternyata dia ada yang antar jemput di luar sana," kata Beka.

Ada juga warga yang meminta bantuan dan meyakinkan Beka bahwa dia adalah warga DKI. Padahal, setelah diperiksa, ternyata warga itu berdomisili di Tangerang.

"Jadi, sekarang insting sudah mulai main. Paham kita dari cara dia berbicara kalau memang pura-pura ya," ujar Beka.

Para pemburu rusun

Ada juga cerita tentang para pemburu rusun. PNS lainnya, Hizbullah, bercerita banyak sekali warga yang datang untuk meminta rusun.

Dengan harapan, setelah datang ke Balai Kota, mereka bisa langsung mendapatkannya.

"Padahal, mereka harus kami data dalam database kita dulu sebagai waiting list. Sementara ada ribuan orang yang masuk waiting list itu. Dia maunya dapat rusun langsung, padahal banyak orang yang antre rusun juga," kata Hizbullah.

Ada orang yang bersikeras mencoba dengan memasang wajah memelas kepada Hizbullah. Ada juga yang menangis dan meratap agar bisa segera menempati rusun.

Hizbullah hanya bisa menghadapinya saja. Sebab, warga memang tidak bisa langsung dapat rusun seperti itu. Kecuali dia adalah warga yang terdampak relokasi.

Ada juga warga yang sudah punya rusun datang lagi ke Balai Kota untuk meminta rusun. Alasannya, rusun itu untuk saudaranya yang lain.

Seni mendengar

Beka mengatakan semua aduan yang masuk, seaneh atau sesulit apa pun, harus ditampung dan diperiksa. Pemprov DKI berkewajiban untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalahnya semaksimal mungkin.

Pengalaman-pengalaman dalam menghadapi orang pun disimpan sebagai pelajaran saja.

"Di sini ada seninya, seni belajar kayak orang kuliah pagi. Pagi-pagi kami dengarkan orang dengan segala macam masalah. Kami juga jadi belajar sabar," ujar Beka.

Sebab, sejatinya, aparatur sipil negara memang harus melayani masyarakat. Pahit manisnya sikap warga saat mengadu harus dihadapi dengan sikap tenang.

"Kita hanya perlu mendengarkan, dengarkan apa pun masalah-masalah mereka," ujar dia.

Beka, Hizbullah, Laurencus, merasa senang jika aduan warga bisa ditindaklanjuti dengan baik. Apalagi, sampai akhirnya masalah warga tersebut benar-benar selesai.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/18/06460761/sejuta-cerita-dari-para-penerima-aduan-warga-di-balai-kota-dki

Terkini Lainnya

Ada Plang 'Parkir Gratis', Jukir Liar Masih Beroperasi di Minimarket Palmerah

Ada Plang "Parkir Gratis", Jukir Liar Masih Beroperasi di Minimarket Palmerah

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Dibunuh di Warung Kelontong Miliknya

Pria Dalam Sarung di Pamulang Dibunuh di Warung Kelontong Miliknya

Megapolitan
Polisi: Kantung Parkir di Masjid Istiqlal Tak Seimbang dengan Jumlah Pengunjung

Polisi: Kantung Parkir di Masjid Istiqlal Tak Seimbang dengan Jumlah Pengunjung

Megapolitan
Masyarakat Diminta Tak Tergoda Tawaran Sewa Bus Murah yang Tak Menjamin Keselamatan

Masyarakat Diminta Tak Tergoda Tawaran Sewa Bus Murah yang Tak Menjamin Keselamatan

Megapolitan
SMK Lingga Kencana Depok Berencana Beri Santunan ke Keluarga Siswa Korban Kecelakaan

SMK Lingga Kencana Depok Berencana Beri Santunan ke Keluarga Siswa Korban Kecelakaan

Megapolitan
Tukang Tambal Ban yang Digeruduk Ojol Sudah 6 Tahun Mangkal di MT Haryono

Tukang Tambal Ban yang Digeruduk Ojol Sudah 6 Tahun Mangkal di MT Haryono

Megapolitan
Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Keponakannya Sendiri

Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Keponakannya Sendiri

Megapolitan
Terungkap, Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Pemilik Warung Kelontong

Terungkap, Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Pemilik Warung Kelontong

Megapolitan
Kronologi Tukang Tambal Ban di Jalan MT Haryono Digeruduk Ojol

Kronologi Tukang Tambal Ban di Jalan MT Haryono Digeruduk Ojol

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Evaluasi Seluruh Kegiatan di Luar Sekolah Imbas Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Pemkot Depok Akan Evaluasi Seluruh Kegiatan di Luar Sekolah Imbas Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Biar Alam Semesta yang Jawab

Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Biar Alam Semesta yang Jawab

Megapolitan
Polisi Usul Kantong Parkir Depan Masjid Istiqlal Dilegalkan Saat Acara Keagamaan

Polisi Usul Kantong Parkir Depan Masjid Istiqlal Dilegalkan Saat Acara Keagamaan

Megapolitan
Kepsek SMK Lingga Kencana: Kami Pernah Pakai Bus Trans Putra Fajar Tahun Lalu dan Hasilnya Memuaskan

Kepsek SMK Lingga Kencana: Kami Pernah Pakai Bus Trans Putra Fajar Tahun Lalu dan Hasilnya Memuaskan

Megapolitan
Polisi Terima Laporan Komunitas Tuli Berkait Konten Komika Gerall yang Diduga Rendahkan Bahasa Isyarat

Polisi Terima Laporan Komunitas Tuli Berkait Konten Komika Gerall yang Diduga Rendahkan Bahasa Isyarat

Megapolitan
Soal Tepati Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi: Nanti Dipikirkan

Soal Tepati Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi: Nanti Dipikirkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke