"Tidak akan bisa dibuka sampai mati itu. Kalau itu dibuka kembali itu melanggar keputusan konstitusi nomor 20 tahun 2016," ujar Kapitera saat dihubungi Kompas.com, Minggu (17/6/2018).
Dia menilai, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 20 tahun 2016, penyadapan yang dilakukan oleh instansi yang tidak berwenang hasilnya tidak dapat dijadikan alat bukti dalam penyidikan.
"Berdasarkan keputusan MK kan institusi yang boleh menyadap itu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BIN (Badan Intelijen Nasional), BAIS (Badan Intelijen Strategis), Kejaksaan, Kepolisian, BNN (Badan Narkotika Nasional), kalau dalam kasus ini kan anonymous," ungkapnya.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan, penghentian kasus Rizieq dilakukan berdasarkan gelar perkara penyidik. Kasus tak dapat dilanjutkan karena pengunggah video yang berisi chat mesum antara Rizieq dan Firza Husein belum tertangkap.
Iqbal mengatakan, kasus ini dapat kembali dibuka apabila di kemudian hari polisi menemukan bukti baru.
Menanggapi hal ini, Kapitera menyebut permasalahan utama dibukanya kasus ini bukan mengenai ditangkap atau tidaknya pengunggah video tersebut.
"Masalahnya bukan pengunggahnya, masalahnya bahwa alat bukti penyadapan itu tidak dilakukan oleh pihak berwenang. Tapi dilakukan oleh instansi yang tidak berwenang," ujarnya.
Dia mengatakan, alasan kedua tak dapat dibukanya kasus ini karena tanpa ditangkapnya pengunggah video tersebut maka keaslian video tak dapat dipertanggungjawabkan.
"Kedua orang yang mendistribusikan itu harus dipidana. Dan orang yang mendistribusikan itu sampai hari ini tidak ketemu. Bagaimana membuktikan apakah yang itu asli atau tidak?" tutupnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/17/10151481/pengacara-kasus-chat-rizieq-shihab-tak-akan-bisa-dibuka-sampai-mati