Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala khawatir, metode acak tersebut menimbulkan kesan dan anggapan diskriminatif.
"Body scanner dipergunakan secara random. Masalahnya adalah apa basis randomnya? Jangan sampai mengambil random berbasis pada pendekatan, mohon maaf, misalnya penampilan orang atau karena orang itu berasal dari mana," ujar Adrianus di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Selasa (19/6/2018).
Adrianus menuturkan, perlu ada aturan jelas mengenai kriteria pemeriksaan body scan tersebut untuk menghindari anggapan diskriminatif.
Senada, Komisioner Ombudsman RI lainnya, Ninik Rahayu mengatakan aturan atau standar yang jelas akan membuat orang merasa tetap nyaman saat diminta untuk diperiksa menggunakan body scanner.
"Kalau boleh sih diberlakukan untuk keseluruhan. Tetapi jika belum memungkinkan, dibuat aturannya supaya standarnya jelas, kapan diberlakukan dan kapan tidak. Jangan-jangan nanti semaunya, subyektivitas petugas saja berdasarkan asumsi yang dia gunakan," kata Ninik.
Sementara itu, Direktur Pelayanan dan Fasilitas PT Angkasa Pura II Ituk Herarindri menjelaskan, pemeriksaan yang dilakukan saat ini dilakukan terhadap 1 dari 20 orang.
Ituk menyebut pemeriksaan tersebut sama seperti yang dilakukan di bandara-bandara di luar negeri.
"Setiap ada 20 penumpang, ada 1 (yang diperiksa body scan), seperti halnya di luar negeri," ucap Ituk.
Mendengar penjelasan Ituk, Ninik menyebut pemeriksaan body scan di Belanda diberlakukan kepada seluruh penumpang.
"Kalau di Belanda itu full lho, semua di-body scan, semua penumpang, enggak ada pilihan," kata Ninik.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/19/15120511/ombudsman-pertanyakan-pemeriksaan-body-scan-secara-acak-di-bandara