Setidaknya, kata dia, tarif lebih murah ditetapkan pada awal pengoperasikan LRT untuk menarik penumpang berpindah ke moda transportasi itu.
"Tarif LRT harus lebih murah sebagai upaya menarik minat penumpang, setidaknya di awal operasi. Baru nanti setelah segmentasi konsumen terbentuk maka besaran tarif bisa lebih mempertimbangkan cost and benefit," ujar Tulus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/9/2018).
Ia berpendapat, jika seluruh struktur komponen tarif di bebankan kepada konsumen, maka masyarakat tidak akan terlalu tertarik menggunakan LRT karena dirasa mahal.
Oleh karena itu, ia menyarankan manajemen LRT dan Pemprov DKI Jakarta mencari pendapatan alternatif di luar tarif yang dibebankan kepada konsumen.
"Misalnya pendapatan sewa tenant, iklan, dan lain-lain. Tidak mungkin seluruh komponen biaya operasional LRT dibebankan 100 persen kepada konsumen," ucap Tulus.
Ia pun menyarankan, sebelu merumuskan besaran tarif, pihak LRT dan Pemprov DKI melakukan survei terkait alokasi budget transportasi warga Jakarta.
Nantinya, survei ini berguna untuk mengetahui besaran tarif LRT dan subsidi yang perlu dialokasikan.
"Artinya berapa persen dari indeks pengeluaran secara keseluruhan. Berapa persen alokasi untuk transportasi. Dari situ nanti bisa dirumuskan berapa kira-kira besaran tarif LRT, tarif MRT dan berapa persen alokasi subsidinya," kata dia.
Sebelumnya, Direktur LRT Jakarta Allan Tandiono menyampaikan, DTKJ mengusulkan besaran tarif LRT Rp 10.800.
Angka ini baru sebatas usulan dari DTKJ. Selanjutnya, Pemprov DKI bersama DPRD DKI yang akan menetapkan besaran tarif.
Proyek LRT dibangun oleh PT Jakarta Propertindo terbentang sepanjang 5,8 kilometer dari Velodrome hingga Kelapa Gading di Jakarta Utara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/19/15061151/ylki-tarif-lrt-seharusnya-bisa-lebih-murah-dari-rp-10800