Ketua Fraksi PDI-P Gembong Warsono menyatakan, kedatangan anggota DPRD berawal dari aduan masyarakat yang tinggal di RW 12, 14, dan 15 Kelurahan Pluit. Warga itu mengeluhkan tidak adanya proses musyawarah sebelum proyek dibangun.
Ketua RW 12 Hari Hartono mengiyakan pernyataan Gembong. Ia menyebutkan, warga hanya mendapat pemberitahuan tanpa adanya kesempatan untuk ikut berpendapat.
"Kami belum pernah dilibatkan, pernah diundang ke kecamatan hanya pemberitahuan tapi tidak diajak rembukan," kata Hartono kepada Kompas.com, Senin (17/12/2018).
Hartono menuturkan, warga tidak sepenuhnya menolak keberadaan pusat kuliner. Namun, warga ingin pusat kuliner menampung pedagang menengah ke bawah alih-alih restoran-restoran mewah.
Ia beralasan, lahan yang kini jadi lokasi proyek pusat kuliner itu sebelumnya ditempati para pedagang kaki lima, pedagang tanaman, dan pemulung. Mereka semua telah digusur.
"Alasannya itu adalah jalur hijau. Sekarang kalau dibangun, dijual puluhan juta per meter kami khawatir berimbas ke efek sosial," ujar Hartono.
Warga juga khawatir keberadaan pusat kuliner itu akan menambah kemacetan lalu lintas di kawasan tersebut serta mengganggu operasional sebuah rumah pompa yang dibangun secara swadaya oleh warga tepat di tengah-tengah area proyek.
Dihentikan Sementara
"Sementara kemarin dari arahan direktur utama (proyek) dihentikan sementara sampai semuanya clear," kata Hafidh.
Hafidh mengklaim, pihaknya sudah memenuhi izin mendirikan bangunan serta melakukan sosialisasi kepada warga sekitar.
Pihaknya berencana melakukan rapat internal untuk membahas kelanjutan proyek tersebut. Ia menyatakan tidak mempermasalahkan keberatan yang dilayangkan DPRD.
"Kalau mau dirapatkan dengan pihak-pihak Pemprov atau apa silakan saja. Kami enggak ada harus menyangkal atau apa sih," ujar Hafidh.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/12/18/07574501/setelah-diprotes-proyek-pusat-kuliner-di-pluit-dihentikan-sementara