Aturan tersebut diundangkan pada 1 April 2019.
Dalam pergub dijelaskan prasarana sumber daya air yang dimaksud adalah bangunan air berserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung meliputi kali, saluran, sungai, waduk, situ dan, embung.
Sementara itu, naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.
"Peraturan Gubernur ini bertujuan (a) meningkatkan daya dukung prasarana sumber daya air sebagai upaya pengendalian banjir; (b) konservasi sumber daya air berserta ekosistemnya; dan (c) peningkatan kualitas lingkungan hidup," demikian bunyi Pasal 3 Pergub tersebut.
Peraturan itu mengatur soal penataan ruang terbuka hijau serta lahan basah, aspek ekologi untuk penghijauan, pengolahan sampah dan kualitas air, hingga pemberdayaan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator.
Pembangunannya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti badan usaha; akademisi; praktisi; lembaga swadaya masyarakat; dan pihak-pihak terkait lainnya yang turut terlibat.
Sudah lebih dari setahun sejak pertama kali Gubernur Anies mencetuskan naturalisasi sebagai alternatif normalisasi sungai.
Istilah itu pertama kali disampaikannya pada 7 Februari 2018 ketika ditanya apakah ia akan melanjutkan program normalisasi sebagai pengendali banjir.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/04/08/13252451/anies-terbitkan-pergub-naturalisasi-sungai