Isak tangisnya terdengar jelas ketika membaca satu demi satu kalimat yang ada di kertas kertas pleidoi tersebut, terutama ketika dirinya menjelaskan alasannya berbohong.
"Bahwa kebohongan yang saya buat sama sekali tidak punya motif politik. Jauh dari menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu, dan atau kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan SARA, dan sama sekali tidak menimbulkan keonaran di tengah masyarakat," ujar Ratna, Selasa (18/6/2019).
Seketika dia terhenti sejenak. Dia mengambil nafas membacakan kalimat selanjutnya.
"Tapi semata-mata (kebohongan) untuk menutupi pada anak-anak saya dalam usia saya yang sudah lanjut, saya masih melakukan operasi plastik, sedot lemak," kata Ratna terbata-bata.
Dia mengaku tidak menyangka jika kebohongan kepada anggota keluarganya berujung proses hukum yang begitu panjang.
Namun, selama proses hukum berjalan, dia mengaku puas bahwa kasusnya telah ditangani pengadilan.
"Untunglah persidangan-persidangan yang digelar untuk memeriksa saksi-saksi, memeriksa para saksi ahli, dan memeriksa diri saya selaku terdakwa mampu mengungkap bahwa kebohongan yang saya buat sama sekali tidak punya motif politik dan jauh dari menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu dan atau kelompok," ucapnya.
Ratna berharap hakim bisa mempertimbangkan pleidoinya sebelum menjatuhkan vonis.
"Saya berharap yang mulia majelis hakim dapat menilai tentang kebenaran yang sebenar-benarnya tentang berita yang dianggap sebagai kebohongan itu, sehingga dapat memutuskan perkara saya ini dengan seadil-adilnya," ujar Ratna.
Adapun, jaksa menuntut Ratna hukuman enam tahun penjara. Jaksa menilai Ratna bersalah menyebarkan berita bohong tentang penganiayaan.
Oleh karena itu, jaksa menganggap Ratna telah melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana soal Penyebaran Berita Bohong.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/18/14375171/tangis-ratna-sarumpaet-pecah-bacakan-pleidoi-di-persidangan