Apalagi, Anies sudah menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) tanpa adanya perda.
"Kalau untuk kepentingan dia, dia bikin cepat-cepat, tetapi kalau untuk kepentingan yang luas seperti perda pulau malah ditahan-tahan," kata Pandapotan ketika dihubungi, Kamis (20/6/2019).
Pandapotan mengingatkan IMB tak bisa diterbitkan hanya dengan pergub. Dasar hukum itu tak cukup kuat.
"Dasar dia bikin IMB apa? Apa pergub itu alas hukum jadi IMB. Itu dipertanyakan kepada dia," ujarnya.
Pandapotan juga tak setuju dengan sikap Pemprov DKI yang mengubah konsep reklamasi menjadi perluasan daratan.
Menurut dia, empat pulau yang sudah terlanjur terbangun yakni Pulau C, Pulau D, Pulau G, dan Pulau K, harus tetap dianggap sebagai lahan hasil reklamasi alih-alih pantai.
"Mulai kapan itu masuk wilayah daratan? Pulau ya pulau sendiri ada tata ruangnya. Ini juga jadi polemik karena dia menerbitkan bahasa-bahasa yang dia mau," kata Pandapotan.
Sebelumnya, Pemprov DKI telah menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi di pesisir utara Jakarta.
Di Pulau D terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel oleh Anies pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Langkah ini menuai protes dari DPRD DKI Jakarta. Penerbitan IMB di pulau reklamasi Teluk Jakarta tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengaturnya.
Anies berkilah dasar hukumnya sudah ada yakni Pergub 206/2016 yang dulu diteken Ahok. Namun ia menolak mencabut atau mengubah pergub itu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/20/14273521/komisi-d-dprd-pertanyakan-anies-tak-kunjung-bahas-perda-reklamasi