BEKASI, KOMPAS.com - Kementerian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi menggusur perumahan warga yang dianggap bangunan liar di atas tanah milik Ditjen Pengairan Kementerian PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011, Jatisampurna, Bekasi Barat, pada Kamis (25/7/2019).
"Penertiban tersebut untuk menjaga ketertiban pengelolaan sungai agar fungsi sempadan dapat dikembalikan untuk penanganan banjir di daerah aliran sungai Jatiluhur," ujar Sekretaris Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Dzikron dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (24/7/2019).
Sontak, rencana ini mendapat penolakan dari warga yang sudah puluhan tahun tinggal di perumahan tersebut.
Kamis (25/7/2019) pagi jelang penggusuran, warga tampak menutup jalan perumahan dengan duduk-duduk di gerbang.
Warga menolak digusur karena menganggap tak pernah diberikan sosialisasi oleh pemerintah.
Warga hanya menerima surat peringatan yang turun tak sampai satu bulan dari tenggat penggusuran pemerintah.
"Enggak ada sosialisasi sama sekali. SP-1 sampai SP-3 dari pemerintah keluar dalam tiga minggu, 12 Juni, 2 Juli, 9 Juli. Artinya, perintah pembongkaran di bawah satu bulan. Ketua RT belum dilewatin, dia mengaku hanya diberikan sosialisasi lewat telepon," ujar Ricky Pakpahan, perwakilan warga yang menolak penggusuran.
"Kami tanya ke Dinas Tata Ruang, katanya sosialisasi tugasnya lurah. Kami tanya ke lurah, katanya tugas Dinas Tata Ruang," tambah dia.
Sejumlah mobil yang membawa petugas Satpol PP akhirnya tiba di Perumahan Bumi Rawa Tembaga sejak pukul 07.30 WIB, disusul sejumlah mobil Satuan Sabhara dan beberapa anggota Brimob menggunakan motor.
Setelah apel pagi, personel gabungan yang berjumlah lebih dari 600 orang beringsut menuju barikade warga yang masih bertahan memalang pintu masuk perumahan dan membentangkan berbagai spanduk penolakan.
Tampak pula puluhan anggota ormas Pemuda Pancasila dengan seragam jingga lorengnya berjaga di lokasi.
Bentrok
Satpol PP langsung merangsek masuk ke perumahan yang sudah sejak pagi diadang warga. Barikade sejumlah pemuda tak berdaya apa-apa melawan dorongan Satpol PP.
Sejumlah ibu-ibu yang turut mengadang gerbang ikut terdorong oleh gerak serbu ratusan anggota Satpol PP. Tak sampai lima menit, Satpol PP masuk ke perumahan warga.
Enam orang mahasiswa yang teridentifikasi sebagai anggota Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) digelandang ke Polres Metro Bekasi Kota karena dianggap melawan petugas.
"Ada 6 orang, dibawa ke Polres Metro Bekasi Kota. Bukan warga sana," sebut Ade Rahmat, Kepala Bidang Ketenteraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Bekasi saat dihubungi Kamis pagi.
Ade mengklaim, salah satu dari mereka melempar batu ke arah petugas Satpol PP yang merangsek masuk menembus barikade mereka.
"Pakai batu ngelempar. Anak buah saya dua orang cuma kesamber batu," ujar Ade.
Selang 15 menit, warga memaksa dialog dengan Satpol PP karena menilai petugas telah bertindak represif dan terburu-buru. Namun, dialog yang sempat terjadi selama beberapa menit antara kedua belah pihak menemui jalan buntu.
"Setelah berpanjang-panjang, Satpol PP mengatakan, 'kami tidak berwenang menghentikan operasi, kami hanya melaksanakan tugas'," ujar Kuasa Hukum warga Bougenville Raya, RA Siregar di lokasi, Kamis pagi.
Dua unit backhoe pun segera merubuhkan beberapa rumah warga didampingi ratusan petugas. Beberapa warga lain yang rumahnya belum digusur langsung membongkar sendiri rumah mereka.
Kepala Bidang Pengendalian Ruang Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, Azhari mengatakan, pihaknya bakal merampungkan penggusuran rumah warga pada hari itu.
"Kami hanya mengikuti surat perintah. Keberatan warga itu sudah bagian dari sesuatu yang kami anggap proses. Sepanjang belum ada perintah lanjutan, surat perintah tetap jadi acuan kami. Hari ini klir," ujar Azhari di lokasi penggusuran, Kamis.
Azhari menyatakan ada 74 bangunan yang bakal dibongkar untuk mengamankan aset Ditjen Pengairan Kementerian PUPR sekaligus membebaskan lahan untuk normalisasi DAS (daerah aliran sungai) Jatiluhur yang berada di belakang rumah warga.
Namun, hingga azan maghrib berkumandang, masih berdiri 3 bangunan belum disentuh alat berat yang sudah meninggalkan lokasi.
Salah satu rumah yang belum tergusur ialah rumah berspanduk salah satu ormas.
Sejak penggusuran dimulai Kamis pagi, puluhan anggota ormas tersebut telah membuat barikade di depan rumah tersebut dengan mengenakan seragam khasnya berwarna loreng jingga.
Azhari menyebut bahwa penghentian penggusuran pada sore ini murni pertimbangan waktu.
"Hari ini dicukupkan karena surat perintah kami satu hari sampai dengan maghrib. Tadinya kita optimis, tapi waktu tidak memungkinkan, sehingga kita menarik diri karena alasan keamanan. Pekerjaan dilakukan di waktu malam, tidak baik saat dikerjakan pada waktu magrib" ujar Azhari via telepon kepada Kompas.com, Kamis malam.
Azhari belum mampu memastikan kapan penggusuran jilid 2 bakal dilancarkan kepada sejumlah rumah warga yang belum dibongkar hari ini.
Ia bilang, penggusuran baru dapat dilakukan lagi jika telah terbit surat pembaruan perintah.
Azhari pun berdalih bahwa pihaknya tidak akan pandang bulu dalam menggusur perumahan warga yang belum dibongkar.
Pengadangan ormas ia sebut tak menyurutkan niat pemerintah.
"Itu sebagian hambatan yang kita lalui. Tapi, (penundaan penggusuran) dipastikan karena waktu saja. Pemerintah tidak boleh kalah atas pretensi pihak lain. Tanah yang mereka tempati adalah tanah milik Ditjen Pengairan Kementerian PUPR juga. Dia masuk daftar yang harus digusur," tutup Azhari.
Penggusuran perumahan warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 Jakasampurna, Bekasi Barat diwarnai kontroversi.
Warga menganggap pemerintah telah bertindak arogan karena tak pernah melibatkan warga sebelum penggusuran dan menggusur warga secara represif.
Rekomendasi Komnas HAM untuk diadakan audiensi dengan warga soal duduk perkara penggusuran pun diabaikan Pemerintah Kota Bekasi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/26/06224981/penggusuran-perumahan-di-bekasi-tak-mempan-diadang-warga-tak-sentuh-rumah