Salin Artikel

Sekelumit Kisah Mulyadi, Penyemir Sepatu di Pasar Baru yang Bangkit dari Keterpurukannya

JAKARTA, KOMPAS.com — Laki-laki itu tampak tertatih-tatih berjalan kaki mengelilingi Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Dia berkeliling sambil membawa satu kotak berisi krim semir, sikat, sikat gigi, dan kanebo.

Dia adalah Mulyadi Juliansyah, tukang semir yang biasa berada di Pasar Baru. Ia tampak berjalan dari satu toko ke toko lainnya untuk menawarkan jasa semir sepatunya.

Sesekali pegawai toko di Pasar Baru tampak memanggil dan memintanya untuk menyemir sepatu.

"Pak, semir ya," kata salah seorang pelanggan.

Mulyadi pun langsung sigap duduk di pinggiran toko dan menyemir sepatu pelanggan dengan telaten.

Sisi demi sisi sepatu tampak diperhatikan dengan saksama hingga tak ada noda yang tersisa. Selama 15 menit, akhirnya sepatu pegawai toko itu tampak kinclong.

Di sela-sela menyemir, Mulyadi bercerita bahwa dia menjajakan jasanya sesuai dengan waktu operasional toko. Tepatnya dari pukul 09.00 WIB sampai 22.00 WIB.

Dalam sehari, Mulyadi mendapatkan sepuluh hingga belasan pelanggan dalam sehari.

Ia tak pernah mematok harga untuk jasa menyemir sepatu. Namun, menurutnya kadang ada saja orang yang memberikan upah lebih.

"Biasanya sih kalau nyemir palingan per orang ada yang bayar Rp 5.000, Rp 10.000, lalu Rp 15.000. Tapi kadang ada juga yang baik terus ngasihnya lebih bahkan ada yang ngasih Rp 100.000," kata Mulyadi.

Mulyadi mengatakan, pelanggan semirnya kebanyakan dari kalangan pemerintahan. Sebab tiap hari pegawai-pegawai PNS kerap berbelanja di Pasar Baru.

"Iya banyak di sini yang semir pegawai pegawai kementerian, kadang juga orang dari luar. Lumayanlah, pelanggan saya,” ujar Mulyadi.

Dengan upah yang ia dapat, Mulyadi tak lupa untuk menabung setiap hari. Ia menabung untuk anaknya yang berada di Bogor.

Setiap hari ia sisihkan sedikit demi sedikit demi dapat membelikan anaknya baju baru.

Ia juga rela tidur di emperan toko setiap harinya agar tak mengeluarkan banyak biaya hidup.

"Saya upah buat makan saya tok palingan Rp 20.000 sudah kenyang. Sisanya saya sisihkan buat anak saya," ucap Mulyadi tersenyum tipis.

Mulyadi sudah menjalani pekerjaan ini sejak tahun 1970-an. Dia dahulu berkeliling Jakarta Pusat menawarkan jasa semirnya.

Sampat vakum karena tabrakan

Keadaan pernah membuat dirinya berhenti menjadi semir sepatu selama lebih kurang 7 tahun.

Laki-laki anak dua itu bercerita, saat pulang menyemir, dirinya ditabrak lari oleh sebuah mobil di kawasan Gunung Sahari.

Ia yang kala itu tak berdaya hingga nyawanya hampir hilang harus dirawat cukup lama.

Kejadian buruk itu tak berujung sampai di situ, istrinya pun tiba-tiba meninggalkan dirinya saat ia terpuruk.

Namun, ia bangkit dari keterpurukannya dan membuang rasa sakitnya. Ia setiap hari berlatih berjalan demi bisa bekerja kembali.

"Istri saya mah ngiranya saya sudah lumpuh makanya saya ditinggalkan. Tapi sayangnya saya bangkit sampai kayak sekarang," katanya sesekali meneteskan air mata.

Ia mulai menawarkan jasa semirnya lagi pada 2015. Saat itu ia berjualan dengan bantuan tongkat yang dikasih oleh temannya.

Mulyadi pun memutuskan hanya menawarkan jasanya di sekitaran Pasar Baru lantaran tak kuat berjalan lama menggunakan tongkat.

Seiring berjalannya waktu ia mulai terbiasa berjalan tanpa tongkat.

"Saya kasih tongkatnya ke orang lain yang keadaannya sama kaya saya. Kalau saya kan jalannya sudah bisa walau masih jinjet," kata Mulyadi.

Semangat tak surut

Meski sulit berjalan, Mulyadi tak pernah mengeluh. Ia menjalani hari-harinya dengan bersyukur.

Ia kuat karena ia tahu harus menyelolahkan anaknya hingga sukses.

Ia memiliki dua buah hati yang sangat ia sayangi. Dua anaknya itu saat ini tinggal bersama istrinya di Bogor.

"Sama istri saya mereka di Bogor, setahun sekalilah saya ke sana ngeliatin mereka sama kasih baju dan uang seadanya untuk mereka sekolah," katanya.

Kini ia tak menginginkan banyak hal. Ia hanya ingin anaknya tak seperti dirinya.

Laki-laki berusis 58 itu menginginkan anak-anaknya menjadi kebanggaan dan memiliki pendidikan tinggi.

"Masih pada sekolah yang pertama masih SD yang kedua SMA. Saya mah pengennya enggak kayak bapaknya, masa bapaknya susah anakanya juga susah," tuturnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/05/13040771/sekelumit-kisah-mulyadi-penyemir-sepatu-di-pasar-baru-yang-bangkit-dari

Terkini Lainnya

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Megapolitan
Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Megapolitan
4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

Megapolitan
Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Megapolitan
Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Megapolitan
Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Megapolitan
Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Megapolitan
Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Megapolitan
Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Megapolitan
Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya 'Ngikut'

Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya "Ngikut"

Megapolitan
Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Megapolitan
Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Megapolitan
HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke