Tersangka berinisial E itu ditangkap di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Menurut Kepolisian, E menyediakan rumah khusus untuk membuat 'peluru katapel' serta membiayai pembuatannya.
"Tersangka E berperan untuk membiayai pembelian ketapel, menyediakan tempat untuk pembuat ketapel, dan membantu menyediakan bahan peluru ketapel," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2019).
Adapun, kelompok 'peluru katapel' adalah kelompok yang merencanakan aksi penggagalan acara pelantikan presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin menggunakan bom 'peluru ketapel'.
Bom tersebut dari ketapel dan bola karet yang dilempar ke Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Polisi telah menangkap enam tersangka masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.
Saat diamankan, tersangka E tengah membuat bom 'peluru katapel' bersama tersangka SH, mantan pengacara.
"Yang bersangkutan (tersangka E) saat ditangkap sedang membuat pelurh ketapel bersama tersangka SH," ungkap Argo.
Menurut Kepolisian, keenam tersangka tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F yang dibentuk oleh tersangka SH.
Grup WhatsApp itu beranggotakan 123 orang, salah satu anggotanya adalah Eggi Sudjana. Eggi pun telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Dalam berkomunikasi melalui WhatsApp, anggota grup menggunakan sebuah sandi khusus yang biasa disebut sandi mirror.
Sandi mirror artinya mengganti huruf dalam keyboard ponsel yang seolah-olah hasil proyeksi dalam cermin.
Contohnya mengganti huruf A menjadi huruf L dan mengganti huruf Q dan P.
Penggunaan sandi dalam berkomunikasi untuk mencegah orang lain memahami isi percakapan dalam grup itu.
Selain meledakkan bom 'peliru katapel', kelompok itu juga merencanakan aksi melepas monyet di depan DPR RI dan Istana Negara untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.
Kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.
Adapun, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat kerusuhan di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/21/21593741/irt-jadi-penyandang-dana-kelompok-peluru-katapel-untuk-gagalkan