JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMPN 84 Koja Jakarta Utara, Sugianti (43), sedang memperjuangkan haknya untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak tahun 2013.
Sugianti bercerita, ia telah bekerja sebagai guru honorer di SMP tersebut sejak 2005 lalu. Kesempatan menjadi PNS datang pada 2013, ketika itu tersedia jalur khusus bagi pegawai honorer untuk diangkat menjadi PNS.
Karena seluruh kualifikasi yang dibutuhkan bisa ia penuhi, Sugianti kemudian ikut mendaftar dalam seleksi tersebut.
Di tahap awal, Sugianti diminta untuk melengkapi seluruh berkas, salah satu di antaranya adalah bukti bahwa Sugianti sudah lebih dari setahun bekerja sebagai honorer di instansi pemerintah.
Setelah melengkapi syarat-syarat tersebut, Sugianti dinyatakan lulus. Badan Kepegawaian Negara (BKN) kemudian menerbitkan kartu peserta ujian.
"Kartu peserta ujian untuk mengikuti seleksi yang diadakan tanggal 3 November 2013," kata Sugianti ditemui di kantor advokat Pitra Romadoni Nasution di Jalan Danau Sunter Utara, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (24/10/2019).
Setelah melewati serangkaian seleksi, Sugianti dinyatakan lulus pada 9 Februari 2014. Pengumuman kelulusan itu diterbitkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Revormasi Birokasi (PAN-RB), BKN, dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta.
Seluruh tanda kelulusan itu dicetak Sugianti ke atas kertas sebagai bukti bahwa ia benar-benar dinyatakan lolos sebagai PNS di DKI Jakarta.
Kementerian PAN-RB kala itu memberi waktu kepada setiap peserta yang lolos untuk menunggu proses administrasi yang dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi ke BKD mulai Mei 2014.
"Karena waktu itu sempat ada pergantian gubernur, waktu itu Bapak Jokowi mencalonkan diri sebagai Capres, jadi untuk DKI itu agak terlambat jadi bulan Mei 2015 sampai 2016," ujar Sugianti.
Setelah pemberkasan berlangsung, tiba-tiba nama Sugianti menghilang dari daftar tanpa ada alasan. Sugianti lantas berinisiatif mempertanyakan hal tersebut ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Kala itu, Dinas Pendidikan memberitahukan secara lisan bahwa Sugianti telah dilaporkan masyarakat bahwa selama ini ia telah berpindah-pindah tugas sebagai guru honorer dan berkasnya tidak bisa diteruskan ke BKD.
Sugianti lantas melayangkan somasi ke Dinas Pendidikan pada tahun 2016 silam. Somasi itu dibalas Dinas Pendidikan melalui sebuah surat di mana ada kejanggalan di dalam isinya.
Kejanggalan itu berada pada poin kedua surat balasan dari Dinas Pendidikan yang isinya:
"Saudara Sugianti menjadi tenaga honorer sejak bulan Juni 2003 di SMAN 1 Lahat sebagai guru bantu, periode 2004 s.d. Juli 2006, menjadi tenaga honorer pada SDN Gedangan II Kutorejo Mojokerto, Jawa Timur, periode 17 Juli 2007 s.d Juli 2010 menjadi tenaga honorer di SDN 1 Papanggo Tanjung Priok dan periode 15 Juli 2011 s.d saat ini menjadi tenaga honorer a SMPN 30 Jakarta," demikian dikutip dari surat yang ditunjukkan Sugianti.
Hal itu membuat Sugianti terheran. Tahun 2001 hingga 2005, Sugianti memang menjadi guru honorer di Lahat, Sumatera Selatan. Namun setelah tahun 2005, ia mengabdikan diri di SMPN 84 Koja sampai dengan hari ini.
Ia membuktikannya dengan surat yang dilampirkan kepala sekolah kepada Suku Dinas Pendidikan tentang laporan guru yang mengajar di SMP tersebut.
"Karena saya menganggap ini Mal Administrasi, akhirnya saya di bulan Desember 2016 itu mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta dengan tujuan bahwa proses dari kelulusan PNS saya itu dapat di lanjutkan," tutur Sugianti.
Dalam gugatan di PTUN itu, Sugianti menjadikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebagai tergugat. Gugatan itu dimenangkan oleh Sugianti di tahun 2017.
Dinas Pendidikan mengajukan banding hingga kasasi, akan tetapi instansi pemerintah itu terus dinyatakan kalah hingga keluar putusan di bulan Maret 2018 yang memerintahkan mereka melanjutkan proses pengangkatan PNS Sugianti.
Menang dalam gugatan tentu menjadi angin segar bagi Sugianti. Ia beranggapan bahwa apa yang selama ini diperjuangkan mulai menemui titik terang.
Pada Juni 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membentuk tim untuk memproses hasil dari persidangan tersebut.
Dari tim itu muncul surat usulan penetapan NIP untuk Sugianti secara berjenjang dari Dinas Pendidikan, BKD hingga BKN Wilayah V.
Namun, ternyata surat usulan itu dimentahkan oleh BKN Wilayah V dengan alasan berdasarkan PP Nomor 56 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pelaksanaan seleksi CPNS berakhir pada 30 November 2014.
"Waktu itu BKD memberikan alasan mereka sudah melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya dengan memberi usulan ke BKN berarti tugas mereka sampai disitu," ujar Sugianti.
Lalu, ia mendatangi kantor BKN untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Dari BKN, ia mendapat penjelasan bahwa BKD hanya melayangkan usulan penetapan NIP tanpa menyertakan formasi yang menjadi syarat dalam pengangkatan PNS.
Ia juga sempat mendatangi Kementerian PAN-RB. Di sana, ia hanya mendapatkan jawaban bahwa Kementerian menyalahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam kasus tersebut
Saling lempar antara Dinas Pendidikan, BKD, BKN, hingga kementerian sempat membuat Sugianti menyerah.
Mengingat apa yang telah ia perjuangkan selama ini, Sugianti memutuskan untuk kembali berjuang. Kali ini ia berencana melayangkan gugatan perdata agar mendapatkan haknya kembali sebagai PNS.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/24/21200931/lolos-seleksi-cpns-sejak-2014-seorang-guru-honorer-di-jakut-belum