Salin Artikel

Soemarno Sosroatmodjo Sang “Gubernur Sampah”

Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.

JAKARTA, KOMPAS.com – Soemarno Sosroatmodjo adalah gubernur pertama DKI Jakarta. Sebelumnya, Jakarta dipimpin oleh wali kota.

Soemarno menjabat sebagai gubernur Jakarta selama dua periode. Ia pertama kali menjabat pada 29 Januari 1960 sampai 26 Agustus 1964.

Ia kemudian diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri dan posisi gubernur Jakarta digantikan wakilnya, Henk Ngantung.

Soemarno kembali menjadi gubernur Jakarta setelah Henk Ngantung dicopot dari jabatannya pada 15 Juli 1965.

Saat itu, Soemarno merangkap jabatan sebagai gubernur Jakarta dan Menteri Dalam Negeri.

Sebagai gubernur Jakarta dan menteri, Soemarno sangat menyoroti masalah kebersihan.

Harian Kompas yang terbit pada 14 Agustus 1965 memberitakan, Soemarno ingin segera menyelesaikan persoalan sampah di Jakarta.

Karena itu, ia menjuluki dirinya sebagai “gubernur sampah” dan “menteri sampah”.

“Kalau dulu saya menggelari diri saya sebagai ‘Gubernur Sampah’, sekarang pun setelah saya menjadi menteri, saya ingin pula memakai gelar gelar ‘Menteri Sampah’ karena saya ingin menyelesaikan masalah sampah di Ibu Kota dalam waktu secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya,” kata Soemarno berkelakar.

Soemarno juga menggalakkan gerakan kebersihan. Ia menginstruksikan petugas kebersihan bekerja menjelang subuh agar kondisi Jakarta sudah bersih saat warga mulai beraktivitas.

Ia juga mewajibkan orang memungut sampah pada jam-jam tertentu dengan membunyikan sirene.

“Tahun 1960 untuk pertama kalinya karyawan pembersih jalan-jalan mulai bekerja pagi-pagi, jauh sebelum waktu subuh, supaya jalan yang menjadi tanggung jawabnya sudah bersih sebelum karyawan lain dan anak-anak sekolah keluar rumah,” demikian tulisan Soemarno pada 1977 yang dimuat dalam Harian Kompas berjudul “Warisan-warisan Sang Gubernur” edisi 7 Januari 1994.

Pemerintah Jakarta era Soemarno berhasil mengumpulkan sampah. Namun, yang menjadi masalah ialah pembuangan dan pengolahan sampahnya.

Soemarno pernah memikirkan pabrik kompos untuk mendaur ulang sampah menjadi pupuk kompos.

Namun, pemikirannya itu tidak terealisasi. Ia mengakui, persoalan sampah adalah persoalan pelik yang tak mudah dipecahkan.

“Dalam menertibkan sampah sehari-hari kami telah berhasil, tetapi dalam soal pembuangannya mengalami kesukaran-kesukaran. Antara lain dapat disebut kegagalan untuk menyelesaikan pabrik kompos yang telah dibeli di London, yang maksudnya akan mengolah sampah yang terkumpul menjadi pupuk,” tulis Soemarno yang juga dokter tentara itu.

Pembangunan era Soemarno

Berita Harian Kompas yang terbit pada 24 Desember 1993 mengabarkan, Jakarta mulai menggeliat menjadi kota metropolitan sejak dipimpin Soemarno.

Jakarta saat itu sudah ditetapkan menjadi Ibu Kota negara. Sasaran pembangunannya menyesuaikan Outline Plan 1957 yang berkiblat metropolis.

Saat Soemarno menjabat sebagai gubernur, harga tanah sudah mahal. Ia yang memikirkan nasib rakyat kecil akhirnya mencetuskan pembangunan rumah tingkat.

Ide itu disebut “rumah minimum” yang dibangun di atas lahan 100 meter persegi dengan bangunan bertingkat dua masing-masing berukuran 90 meter persegi.

Rumah mini (di zaman itu) idealnya tak jauh dari wilayah pertokoan, perkantoran, dan perusahaan.

Dilandasi pemikiran ini, aparat pemerintah Jakarta mulai mengincar daerah bekas korban kebakaran besar. Di sana diplot untuk proyek rumah minimum bagi warganya.

Selain rumah mini, ada juga pembebasan lahan untuk pembangunan kompleks olahraga dalam rangka Asian Games 1962.

Lapangan Merdeka yang sudah digembar-gemborkan akan dibangun Tugu Nasional membuat pemerintah Jakarta turun tangan membenahinya.

Saat itu, di sana masih tegak sejumlah bangunan tua dan ribuan perumahan liar.

Soemarno bersama wakilnya, Henk Ngantung, juga meneruskan pembebasan tanah untuk beberapa proyek penting.

Proyek Banjir Pluit harus membebaskan lagi 450 hektar lahan untuk danau dan sarananya.

Konsekuensinya, pemerintah harus memindahkan sekian banyak pemukim kawasan kumuh itu.

Kemudian Ancol yang berupa areal tambak udang dan bandeng, serta hutan bakau yang dimukimi kawanan monyet, dibebaskan untuk proyek rekreasi, perumahan, dan bangunan industri.

“Pembebasan Ancol dan Pluit, seperti halnya pembebasan tanah untuk Asian Games dapat mudah dilaksanakan karena keadaan perang ... peraturan yang dikeluarkan didasarkan pada Peraturan Keadaan Perang," tulis Soemarno sebagaimana diberitakan Harian Kompas dalam judul Gubernur Dokter dalam ‘Keadaan Perang’.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/28/07215341/soemarno-sosroatmodjo-sang-gubernur-sampah

Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke