BEKASI, KOMPAS.com - Nurlela (42), ibu dari Musela Carentia alias Karen, mahasiswa Indonesia yang menempuh perkuliahan di Wuhan sempat khawatir dengan keadaan anaknya.
Karen ke Wuhan lantaran mendapat beasiswa dari Universitas Mercubuana untuk belajar setahun di Wuhan University Of Technology.
Anaknya yang saat ini baru tujuh bulan menetap di Wuhan itu terjebak dalam keadaan yang menyulitkan.
Pasalnya anaknya saat ini masih semester 4 di Fakultas Teknik Industri di kampus dan sedang menjalani libur panjang.
Seiring merebaknya virus itu, Nurlela rutin menghubungi anaknya yang ada di Wuhan. Hal itu dilakukan untuk memastikan keadaan anaknya itu baik-baik.
"Saya tahu virus itu mulai menyebar dari anak saya. Dia bilang virus corona itu bahaya, saya langsung nyuruh dia terus hati-hati dan jaga kesehatan," ucap Nurlela di kediamannya, Jalan Haji Damil, Desa Serang, Kecamatan Cikarang Selatan, Bekasi, Kamis (6/2/2020).
Nurlela bercerita, setelah virus itu merebak, Karen terisolasi di dalam asramanya. Karen tak berani keluar rumah.
Sesekali jika terpaksa keluar rumah itu, ia hanya untuk belanja di pasar untuk menyetok logistik di asrama.
"Ada sebenarnya toko yang buka, cuma dia lebih memilih ke pasar stok logistik. Kalau beli makan paling dia nitip sama temannya tapi bayar Rp 10.000. Kalau terpaksa keluar saya sudah ingetin pakai masker, cuci tangan kalau pas sampai asrama lagi," ucap Nurlela.
Ia mengatakan, anak pertamanya itu terus menyetok barang-barang logistik untuk keperluannya. Selama seminggu, ia harus berada di dalam kamar asramanya sendiri.
Sebab teman sekamarnya dari Korea sudah terlebih dahulu pulang ke negaranya. Hal itu membuat Karen sempat frustasi menjalani hari-hari hanya di dalam kamar.
"Dia cuma masak, tiduran seperti terjebak dalam satu kamar. Sesekali teman asrama lainnya main ke kamarnya, mereka berkumpul untuk saling menyemangati," ujar dia.
Sempat kehabisan stok makanan
Nurlela mengatakan, anaknya sempat merasa lapar lantaran kehabisan stok makanan. Beberapa kali ia hanya makan nasi seadanya.
Sebab warung makan hingga pusat perbelanjaan telah tutup. Wuhan menjadi kota mati saat itu.
Mendengar cerita anaknya kelaparan membuat hatinya tersayat saat itu. Ia terus memberi semangat untuk anaknya.
"Dia cuma makan nasi garam lalu nasi campur bawang goreng. Pokoknya benar-benar seadanya. Pernah dalam satu hari malah dia tidak makan dia nangis telepon saya, bagaimana saya tidak sampai hati kan terus saya kasih semangat dia," ucap Nurlela.
Hingga suatu saat lanjut Nurlela, Karen memberanikan diri untuk ke pasar membeli stok makanan.
Saat keluar rumah, Karen memakai masker dan pakaian yang tertutup. Ia benar-benar hati-hati saat itu.
"Dia langsung beli stok makanan banyak, mulai dari beras, telur, minyak goreng. Semua ia stok supaya dia tidak lapar dan masak sendiri di rumah," kata dia.
Ia juga terus memantau keadaan anaknya lewat sambungan telepon setiap hari. Meski hati kecil khawatir, ia terus memberi semangat kepada Karen.
Nurlela pun tak pernah menampakkan kesedihannya di depan anaknya itu.
"Saya selalu beri dia semangat, saya khawatir kalau saya sedih dia malah kepikiran. Saya tahu anak saya itu mandiri kok," ucap dia.
Dia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar putrinya selalu dilindungi.
Di setiap doa Nurlela anaknya pun kerap disebut untuk tetap kuat dan terjaga dari virus yang mematikan itu.
"Saya cuma bisa percaya ikhtiar dan shalat aja udah. Saya mohon sama Allah untuk jagain anak saya biar tetap sehat," ucap dia.
Nurlela mengatakan, saat ini anaknya tengah diobservasi di Natuna, Kepulauan Seribu mulai Minggu (2/2/2020).
Ia berharap bertemu anaknya dalam keadaan sehat nantinya.
"Kan di Natuna cuma dua minggu ini paling sampai tanggal 14 atau 15 Februari. Kemungkinan 17 Februari itu pulang, nah pulangnya belum tahu sistemnya bagaimana apakah dari Natuna ke Bandara Soetta atau dari Batam. Saya sudah cepat-cepat ingin ketemu," tutur dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/02/07/09102271/cerita-seorang-ibu-di-bekasi-yang-anaknya-kuliah-di-wuhan-terisolasi