Masing-masing tersangka tersebut berinisial D, K, B, I, IM, RA, FT, dan AT. Sementara itu, satu tersangka lainnya berinisial R yang berperan sebagai kapten masih berstatus buron.
Terkait hal itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, tidak ada napi asimilasi dalam pengungkapan ini.
"Bukan (napi asimilasi) tapi ini residivis, jadi ada yang keluar 2019, bukan yang asimilasi," kata Yusri di Mako Polda Metro Jaya, Selasa (28/4/2020), seperti dikutip Antara.
Yusri mengatakan. para pelaku ini adalah pemain lama di dunia kriminal. Beberapa pelaku yang ditangkap petugas mempunyai bekas luka tembak di kakinya.
Dia menyebutkan, bekas luka tembak tersebut adalah tindakan tegas yang diberikan petugas saat penangkapan para tersangka ini di kasus sebelumnya.
"Para pelaku ini sebagian besar residivis dan sudah pernah dilakukan penangkapan dan dilakukan tindakan tegas terukur," ujarnya.
Yusri mengatakan, sindikat ini diketahui sudah tiga kali beraksi sejak awal bulan Januari 2020 dan sudah ada tiga kali laporan polisi masuk terkait sindikat ini.
Meski demikian, pihak Kepolisian menduga pelaku ini sudah lebih dari tiga kali melancarkan aksinya.
Dalam tiga kali aksinya, komplotan ini berhasil menguras rekening korbannya dan menimbulkan kerugian hingga Rp 150 juta.
Para pelaku kemudian membagi rata uang hasil kejahatannya yang digunakan untuk mabuk-mabukan dan foya-foya.
Korban yang sadar rekening banknya dibobol kemudian langsung melapor ke polisi yang kemudian berhasil menangkap para pelaku.
Korban sopir ojol
Salah seorang korban dari komplotan tersebut adalah seorang pengemudi ojek daring. Ia kehilangan saldo tabungan sebesar Rp 100 juta.
Pencurian tersebut sempat viral setelah korbannya yang berinisial MA menuliskan peristiwa pencurian yang dialaminya di media sosial.
"Ini viral ya di media sosial, ada seorang driver ojek daring yang curhat di media sosial karena merasa bahwa di dalam akun ATM-nya ada yang mencuri sekitar Rp100 juta rupiah yang dia kumpulkan selama ini, selama kurun waktu tujuh tahun dia kumpulkan," kata Yusri.
Yusri mengatakan, awalnya MA tidak sadar ada yang membobol tabungannya.
Namun ketika MA sedang memeriksa saldo tabungannya pada 22 April 2020, yang bersangkutan terkejut saat mendapati uang hasil jerih payah yang dikumpulkan selama tujuh tahun ludes.
MA akhirnya memilih untuk langsung melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polda Metro Jaya.
Karena peristiwa baru terjadi sekitar kurang dari satu hari, pihak Kepolisian bisa langsung melacak jejak para pelaku dan langsung melakukan penangkapan.
"Saat dia cek ada itu hilang Rp 100 juta lebih kemudian yang bersangkutan melapor ke Polda Metro Jaya, oleh Tim Resmob Polda Metro Jaya enggak lebih dari 24 jam pengungkapannya, pada 23 April kemudian berhasil menangkap para pelaku," ujarnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal terhadap delapan tersangka yang ditangkap petugas, para pelaku ini mengaku sudah tiga kali beraksi di wilayah Kabupaten Bekasi.
Kepolisian kemudian mencocokkan sejumlah laporan polisi yang terkait kasus kejahatan dengan modus serupa dan menemukan ada dua laporan polisi yang terkait dengan komplotan ini.
"Korban ini ada tiga yang melapor pertama MA seorang sopir gojek kerugiannya sekitar Rp 100 juta, itu uang yang dikumpulkannya selama tujuh tahun. Lalu ada J dengan kerugian Rp 35 juta dan C ini kerugian Rp 8,5 juta," ujarnya.
Modusnya, kelompok ini mengganjal mesin ATM dan saat korban sedang menggunakan mesin ATM itu, kartu ATM korban terganjal dan pelaku berpura-pura membantunya dan menukar kartu ATM korban dengan kartu palsu.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman penjara tujuh tahun penjara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/28/23191931/komplotan-pencuri-modus-ganjal-atm-mayoritas-residivis-sebagian-pernah