Masyarakat saat ini tidak diberikan informasi riil soal kematian suspect Covid-19. Pemerintah hanya berkutat pada angka kematian kasus positif.
Data kematian pasien yang masuk kategori Orang dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP) tak pernah dibuka pemerintah pusat.
Padahal, kematian ODP dan PDP yang dikuburkan dengan protap Covid-19 angkanya sangat jauh melebihi jumlah kematian positif. Mereka ini meninggal dunia sebelum hasil tes Covid-19 keluar.
Di sisi lain, kemampuan Indonesia untuk melakukan tes termasuk yang paling parah di dunia.
Berdasarkan data yang dihimpun secara aktual dalam laman Worldometers pada Selasa (12/5/2020), rasio tes Covid-19 Indonesia paling buruk di antara 3 negara lain dengan populasi terbanyak di dunia (kecuali Cina yang tak memublikasikan data), yakni India, Amerika Serikat, dan Brazil.
Setiap 1.000 penduduk, Amerika Serikat memeriksa 29 orang, Brazil memeriksa 1,6 orang, India memeriksa 1,2 orang.
Sementara itu, Indonesia hanya mampu memeriksa 0,6 orang per 1.000 penduduk, setara dengan Namibia di Benua Afrika.
Jadi dengan minimnya data yang ada, maka tidak mengherankan pemerintah mengklaim kurva Covid-19 di Indonesia mulai melandai.
Berita soal analisis dan kritik epidemiolog soal tertutupnya data Covid-19 menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com sepanjang kemarin, Selasa (12/5/2020).
Baca empat berita terpopuler Megapolitan Kompas.com selengkapnya di sini:
1. Tanda tanya angka kematian Covid-19 yang sebenarnya
Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum kunjung mengumumkan jumlah kematian yang terjadi pada orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19.
Pengumuman harian pemerintah Indonesia hingga kini hanya berkutat pada kasus-kasus terkonfirmasi/positif Covid-19.
Epidemiolog Iqbal Elyazar menganggap, data kematian ODP dan PDP sebagai suspect (diduga) terjangkit Covid-19 penting untuk menggambarkan situasi lapangan yang riil mengenai sebaran virus SARS-Cov-2 di Indonesia.
“Data ODP dan PDP meninggal menggambarkan keparahan pandemi ini. Semakin banyak (suspect) yang meninggal, semakin parah,” ungkap Iqbal dalam seminar virtual pada Selasa (12/5/2020).
“Coba bayangkan, seandainya kita hanya mengambil jumlah kasus positif yang meninggal tapi mengabaikan yang PDP dan ODP meninggal, kita hanya mendapat gambaran sepertiganya,” imbuh dia.
Iqbal mengatakan, organisasi kesehatan dunia/WHO telah menyatakan bahwa ODP dan PDP yang meninggal tanpa sebab yang sanggup dipastikan, dapat dimasukkan dalam kategori kematian yang diasosiasikan dengan Covid-19.
Perhitungan itu diistilahkan sebagai infection fatality rate berbeda dengan case fatality rate yang selama ini diandalkan pemerintah Indonesia.
Infection fatality rate menghitung jumlah kematian total dari pasien positif, ODP, maupun PDP Covid-19.
Sementara itu, case fatality rate hanya melihat angka kematian pada pasien positif Covid-19.
Masalahnya, jumlah pasien positif Covid-19 yang diumumkan pemerintah Indonesia kurang mencerminkan situasi sesungguhnya karena kapasitas tes yang amat terbatas.
Di level ASEAN, berdasarkan data dari Worldometer, kapasitas tes Covid-19 Indonesia hanya sedikit lebih baik ketimbang Timor Leste dan Laos (0,5/1.000).
Sebagai perbandingan, Malaysia memeriksa 8 dari 1.000 penduduk dan Filipina 1,6 dari 1.000 penduduk.
"Selagi jumlah kasus (diklaim) kecil, kecil, kecil, karena memang tidak diperiksa atau banyak yang belum diperiksa. Misalnya di Nusa Tenggara Timur masih belasan (kasus positif Covid-19). Memang di situ bisa diperiksa berapa banyak (orang)?” tutur Iqbal.
Baca selengkapnya di sini.
2. Covid-19 sudah ada di Jakarta sejak Januari
Dalam kesempatan wawancara bersama media Australia The Sydney Morning Herald dan The Age, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa Pemprov DKI sudah melacak kasus-kasus potensial terkait Covid-19 sejak Januari 2020.
Kepada dua media asing tersebut, Anies mengaku mulai melakukan sejumlah langkah sejak 6 Januari, setelah mendengar kasus soal virus baru di Wuhan, China.
"Kami mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, menginformasikan mereka tentang apa yang saat itu disebut pneumonia Wuhan, saat itu belum disebut Covid," ujar Anies dalam artikel The Sydney Morning Herald yang terbit pada 7 Mei lalu.
Berdasarkan hasil pantauan Pemprov DKI, kasus yang dicurigai terkait Covid-19 itu terus meningkat. Namun, Pemprov DKI saat itu tidak diizinkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terkait Covid-19.
"Ketika jumlahnya mulai naik terus, pada waktu itu kami tidak diizinkan melakukan pengujian. Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional," kata Anies.
"Kemudian laboratorium nasional akan menginformasikan positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya mengapa (hasilnya) negatif semua," lanjutnya.
Anies akhirnya memutuskan untuk mengumumkan hasil pemantauan yang dilakukan Pemprov DKI kepada publik.
Namun, pernyataan Anies saat itu langsung direspons oleh Kementerian Kesehatan.
"Pada saat itu saya memutuskan untuk bicara kepada publik dan saya katakan kami telah memantau, ini adalah angkanya. Kementerian (Kesehatan) semacam langsung merespons bahwa kami tidak memiliki kasus positif (Covid-19)," ucap Anies.
Baca selengkapnya di sini.
Sisi bangunan tersebut kini tidak lagi terpampang logo McDonald's, pada senin (11/5/2020) sore.
Kondisi berbeda itu terlihat dalam foto yang dibagikan di media sosial oleh Tama, seorang karyawan perusahaan swasta di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
"Itu foto kondisi McD Sarinah tadi. Sudah enggak ada logo McDonald's-nya," ujar Tama ketika dikonfirmasi Kompas.com, Seni (11/5/2020).
Gambar tersebut memperlihatkan sisi gedung Sarinah dari jalur pedestarian jalan MH Thamrin tanpa adanya logo maupun ikon McDonald's yang biasa terlihat jelas.
Selain itu, kaca dan pintu masuk restoran cepat saji asal Amerika Serikat tersebut juga tampak tertutup rapat.
Menurut Tama, sudah tidak ada aktivitas pelayanan maupun ojek online yang tengah antre mengambil pesanan makanan seperti sebelumnya.
"Itu ketutup semua pintunya sama kacanya, sepi banget. Gojek Grab aja enggak keliatan sama sekali," ungkapnya.
Diketahui McDonald's Sarinah resmi ditutup secara permanen pada Minggu (10/5/2020) pukul 22.00 WIB.
Penutupan restoran McDonald's pertama di Indonesia itu dilakukan atas permintaan manajemen Sarinah karena akan dilakukan renovasi gedung dan perubahan strategi bisnis.
Pihak manajemen restoran sempat menggelar seremoni detik-detik penutupan pada Minggu malam.
Namun acara tersebut akhirnya dibubarkan oleh petugas karena dianggap melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Baca selengkapnya di sini.
4. Sanksi pelanggar PSBB Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di DKI Jakarta.
Pergub ini diterbitkan sebagai dasar pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan PSBB.
Berbagai aturan untuk pelaksanaan PSBB sendiri sudah diatur dalam Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di DKI Jakarta.
Ada berbagai macam sanksi yang diberikan Pemprov DKI, mulai dari sanksi sosial hingga denda kepada pelanggarnya.
Baca selengkapnya di sini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/13/06282631/populer-jabodetabek-data-kematian-suspect-covid-19-yang-tak-diungkap