Salin Artikel

Berbeda dari Tahun Lalu, Raperda Depok Kota Religius Kini Tak Atur Etika Berpakaian

DEPOK, KOMPAS.com - Ada hal yang berbeda dalam teknis pengusulan raperda Kota Religius oleh Pemerintah Kota Depok kepada DPRD pada tahun ini, jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Sebelumnya, rancangan perda Kota Religius itu sudah diusulkan pada 2019, tetapi ditolak sehingga gagal masuk ke tahap pembahasan di DPRD.

Sorotan publik begitu deras kala itu, karena detail raperda telah memberi ruang bagi pemerintah untuk mencampuri urusan privat warganya.

Tahun ini, Pemkot Depok tak lagi mengusulkan draf raperda secara detail, tetapi hanya garis besar raperda dalam naskah ringkasan (executive summary).

"Hanya executive summary. Secara aturan memang dimungkinkan seperti itu," ujar Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kota Depok Ikravany Hilman kepada Kompas.com pada Kamis (2/7/2020).

Sebagai informasi, draf raperda Kota Religius secara detail tahun lalu menuai polemik. Aspek kehidupan individu diatur dalam raperda itu.

Pemerintah bahkan sampai menentukan sederet perbuatan yang dianggap tercela, mulai dari praktik riba, aliran sesat, hingga perbuatan syirik. Bahkan, ada butir yang mengatur etika berpakaian warganya.

Dalam naskah ringkasan yang memuat garis besar raperda Kota Religius tahun ini, urusan privat warga tak lagi dicampuri pemerintah terlalu jauh. Hal ini berbeda dengan draf versi detail yang diajukan tahun lalu.

Raperda Kota Religius yang diusulkan tahun ini justru terkesan menjamin bahwa setiap umat beragama punya akses beribadah yang setara dan dijamin pemerintah.

Misalnya, dalam naskah ringkas, Pemkot Depok hanya mengatur bahwa "pemeliharaan, peningkatan dan penjagaan keyakinan beragama dilakukan oleh seluruh pemeluk agama sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing Pemerintah Daerah memfasilitasi upaya pemeliharaan, peningkatan, dan penjagaan keyakinan beragama sebagaimana dimaksud sesuai kewenangannya".

Selain itu, raperda Kota Religius tahun ini secara garis besar didesain menjadi dasar hukum bagi kegiatan pendidikan keagamaan, termasuk pesantren atau sekolah minggu.

Akan tetapi, Ikravany mengaku masih skeptis. Ia menduga, desain draf raperda Kota Religius secara detail disembunyikan oleh Pemkot Depok.

"Bedanya, kali ini draf raperda-nya tidak disertakan. Mungkin disembunyikan," ujar Ikravany.

"Ini akan dibuatkan naskah akademiknya sebagai acuan bagi menyusun draf raperda," tambah dia.

Kompas.com berupaya menghubungi Kepala Bagian Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah Kota Depok, Eka Firdaus, tetapi belum berkenan diwawancarai sampai berita ini disusun.

Eka adalah pejabat yang menandatangani naskah ringkas raperda Kota Religius sebelum diserahkan ke Bapemperda pekan lalu.

Lolos secara kontroversial

Pada Senin (29/6/2020) lalu, Rapat Paripurna DPRD Kota Depok menyepakati bahwa raperda Kota Religius akan dibawa ke dalam Program Pembentukan Perda (propemperda, dulu prolegda) tahun 2021.

Namun, lolosnya raperda Kota Religius ke Propemperda 2021 diwarnai kontroversi dalam hal pengambilan keputusan.

Bapemperda sebelumnya gagal bermufakat dalam memutuskan nasib raperda yang sebelumnya mendadak disodorkan Pemkot Depok pada menit terakhir pengusulan melalui disposisi Ketua DPRD tersebut.

Akibatnya, mereka mengambil keputusan dengan mekanisme voting.

Voting pertama berakhir imbang (6 vs 6, 1 perwakilan absen) antara perwakilan fraksi yang menolak dan setuju Raperda Kota Religius dibawa ke Paripurna.

Pada voting kedua, 7 perwakilan fraksi, yakni PKS (3), Golkar, PAN, Demokrat-PKB, dan PKB-PSI setuju pembahasan Raperda Kota Depok diboyong ke Paripurna.

Enam lainnya, yakni perwakilan fraksi Gerindra (3) dan PDI-P (3) menolak. Skor akhir 7 melawan 6. Dari hasil itu, maka raperda Kota Religius dibawa ke Paripurna keesokan harinya.

Namun, setelah voting kedua ditetapkan, fraksi PKB-PSI mengubah sikap dari mendukung menjadi menolak melalui surat resmi.

Perubahan sikap ini tidak diakomodasi dalam Paripurna, sehingga tetap dipakai hasil voting ketika fraksi PKB-PSI menyatakan dukungan.

Padahal, jika perubahan sikap itu diakomodasi, maka raperda Kota Religius tak akan tembus ke Propemperda lantaran lebih banyak perwakilan fraksi yang tidak setuju.

Ketua Bapemperda DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman menganggap, insiden itu melanggar prinsip tata tertib aturan di parlemen.

"Ada upaya yang dimulai dan diamini pimpinan DPRD, bahwa surat itu dibacakan tetapi tidak bisa mengubah hasil. Ini problematik, artinya tidak diakui hak fraksi PKB-PSI untuk mengubah keputusan politiknya sendiri," jelas dia.

"Padahal kan yang dia (fraksi PKB-PSI) tarik bukan keputusan 13 orang, tapi keputusannya dia sendiri. Itu kan haknya PKB-PSI. Kedua, tidak ada satupun produk alat kelengkapan dewan yang bersifat final sebelum masuk ke Paripurna. Sebelum diputuskan oleh Paripurna, ya apapun bisa terjadi karena masih bersifat rancangan," tambah Ikravany.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/02/17342531/berbeda-dari-tahun-lalu-raperda-depok-kota-religius-kini-tak-atur-etika

Terkini Lainnya

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke