BOGOR, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University Edi Santosa menilai pemerintah perlu memperkuat kebijakan diversifikasi pangan untuk mengatasi masalah pangan di tengah pandemi saat ini.
Edi menuturkan, dampak Covid-19 dirasakan secara global dan memengaruhi kondisi ekonomi, termasuk mengancam krisis pangan.
Edi mengatakan, sebagai langkah antisipatif, beberapa negara pengekspor pangan mulai membatasi kegiatan ekspor hasil pertaniannya untuk menjaga ketahanan pangan di dalam negeri.
Sebab itu, perlu ada upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi tersebut, salah satunya dengan diversifikasi pangan.
"Dengan diversifikasi pangan, masyarakat tidak hanya terpaku pada satu jenis makanan pokok saja tetapi juga mengonsumsi bahan pangan lain sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsinya," ungkap Edi, Senin (13/7/2020).
Ia menambahkan, diversifikasi pangan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor. Hanya saja, sambungnya, saat ini masyarakat perlu diajari untuk mengolah bahan baku pangan selain beras menjadi sebuah hidangan.
Sebagai contoh, sebaiknya diversifikasi pangan dimulai dari jumlah makanan yang disajikan di atas meja makan.
Dirinya bereksperimen, di mana selama ini keluarga di Indonesia dalam satu meja makan ada sembilan sampai 12 jenis makanan yang rata-rata didominasi oleh karbohidrat.
"Sedangkan di luar negeri bisa sampai 40 jenis. Di Jepang, mereka makan nasi hanya satu mangkok sedangkan didampingi tersaji berbagai olahan makanan lain seperti ubi, lobak, talas, dan lain - lain. Jadi, ada baiknya diversifikasi pangan dimulai dari meja makan," tutur dia.
Salah satu pegiat pertanian, Asep Saepudin menyatakan setuju dengan konsep diversifikasi pangan.
Pasalnya, kata Asep, sesuai pemaparan beberapa ahli dalam diskusi virtual terkait pertanian yang sering diikutinya, diketahui jika pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin tinggi.
Sementara tingkat konsumsi beras semakin meningkat, maka diprediksi pada tahun 2045 terjadi defisit beras sebesar 7,2 ton.
"Oleh sebab itu, mau tidak mau kita harus segera membiasakan diri mengkonsumsi panganan olahan di luar beras, seperti ubi, talas, sorgum, dan lain - lain," kata Asep.
Dirinya percaya, jika pemerintah memberikan akses maupun peluang yang besar terhadap para akademisi untuk meneliti lebih jauh terkait diversifikasi pangan, maka masalah pangan di Indonesia akan segera teratasi.
"Kita punya IPB yang mampu berinovasi dalam menciptakan berbagai teknologi bidang pertanian yang mendukung diversifikasi pangan," tutup dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/14/08134161/atasi-krisis-pangan-akibat-pandemi-ipb-minta-diversifikasi-pangan