Salin Artikel

Gedung Joang 45, Hotel Mewah yang Menjelma Markas Pemuda Revolusioner Jelang Kemerdekaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari sederet museum yang ada di Ibu Kota, Museum/Gedung Joang 45 boleh jadi tak masuk dalam daftar museum dengan pamor mentereng.

Dari segi ukuran, museum ini juga kalah luas ketimbang Museum Nasional, Museum Bank Indonesia, atau Museum Fatahillah.

Meski begitu, Museum Joang 45 yang beralamat di Jalan Raya Menteng Nomor 31 ini merupakan gedung mewah pada zamannya.

Dengan warna dominan putih, sisa-sisa kemewahan itu menyembul dari marmer yang mengalasi lantainya serta barisan pilar besar di serambi yang menopang atap tingginya.

Gedung yang terpaut hanya 1-2 kilometer dari Stasiun Gondangdia ini mulanya milik sepasang suami-istri Belanda, LC Schomper dan AM Bruyn. Kelak, putra mereka, Frans “Pans” Schomper yang lahir pada 1926, menerbitkan buku berjudul "Maaf, Saya Anak Belanda Betawi".

Dibangun pada 1939, gedung ini dibangun sebagai sebuah hotel mewah. Sesuai nama keluarga, hotel ini juga dinamai Schomper.

Dengan kemewahan menurut standar zaman itu, tak heran bila Hotel Schomper acapkali disinggahi para pejabat, baik pejabat Belanda maupun pribumi.

Nahas, masih seumur jagung, keluarga Schomper terpaksa kehilangan salah satu aset berharga mereka itu.

Kedatangan Jepang alias Nippon pada 1942 ke Batavia, diiringi dengan penyerahan tanpa syarat oleh Belanda, membuat aset-aset di Batavia turut disita.

Markas pergerakan pemuda

Adalah Anak Marhaen (AM) Hanafi, salah seorang pemuda yang terlibat gerakan revolusioner, yang kelak membuat tempat ini sarat nilai sejarah melalui perjuangannya bersama rekan-rekan sepergerakan.

Mereka berhasil memperoleh izin dari Nippon untuk menjadikan eks Hotel Schomper sebagai asrama para pemuda. Sudah lepas status “hotel”, gedung ini diberi nama Gedung Menteng 31 merujuk pada alamatnya.

Harian Kompas pada 17 Agustus 2019 menulis, “saat meminta gedung itu pada Juli 1942, tentunya pihak Jepang yang baru memukul mundur kolonial Belanda di Indonesia tidak mengetahui tujuan asli asrama tersebut dibentuk oleh para pemuda”, mengutip buku karangan AM Hanafi sendiri, Markas Pemuda Revolusioner Angkatan 45: Membangun Jembatan Dua Angkatan (1966).

Rupanya, gedung ini bukan sekadar asrama. Gedung Menteng 31 perlahan menjelma kawah candradimuka bagi pemikiran-pemikiran radikal kaum muda dalam membidik kemerdekaan Indonesia.

Dalam bukunya, Hanafi menceritakan, asrama ini dibentuk usai para pemuda sepakat bahwa gerakan mereka mesti terorganisasi demi orientasi politik bersama. Melalui asrama ini, para pemuda menyusun aneka strategi demi merebut kemerdekaan dari tangan Nippon.

Maka, Gedung Menteng 31 lebih layak kemudian disebut “markas”, ketimbang “asrama”. Asrama ini kemudian membentuk badan yang diketuai Sukarni. Pemuda-pemuda jebolan sini kelak dijuluki sebagai Angkatan Baru Indonesia.

Di “Asrama Angkatan Baru Indonesia” inilah, gugusan gagasan para pemuda, sebut saja Sukarni, Wikana, Khairul Saleh, dan Aidit aktif di Gedung Menteng 31, ditempa hingga melahirkan gerakan yang revolusioner demi merebut kemerdekaan Indonesia.

Itu sebabnya, gerakan revolusioner para pemuda tak ikut surut meskipun pada Maret 1943 gedung ini diambil alih lagi oleh Badan Pertahanan Nippon. Nippon menjadikannya sebagai barak Pusat Tenaga Rakyat (Putera, kelak Jawa Hokkokai).

Markas boleh diambil alih, pikiran tidak.

Jebolan Gedung Joang mendesak Kemerdekaan sesegera mungkin Gerakan jebolan Gedung Menteng 31 memuncak ketika Nippon menyerah kepada Sekutu setelah kekalahan demi kekalahan pada 1945.

Setelah kabar takluknya Nippon tersiar, para pemuda Menteng 31 langsung bergerak.

Pada 15 Agustus 1945 malam, mereka berhimpun di salah satu ruangan Lembaga Bacteriologi di Pegangsaan Timur 17, Jakarta (sekarang Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia).

Pertemuan dipimpin oleh Khairul Saleh yang merupakan Wakil Ketua Asrama Angkatan Baru Indonesia. Pokok pertemuan waktu itu: Indonesia mesti mengumumkan segera kemerdekaannya. Mereka menolak jika kelak kemerdekaan Indonesia bernuansa “hadiah” dari Nippon.

Sadar bahwa Soekarno dan Mohammad Hatta memegang kunci untuk menyatakan kemerdekaan, 2 pemuda yakni Wikana dan Darwis diutus untuk menemui keduanya.

Esok dini harinya – Soekarno dan Hatta “diculik” ke Rengasdengklok oleh pemuda-pemuda ini. Ya, peristiwa Rengasdengkok yang tersohor itu ditukangi oleh para pemuda jebolan Gedung Menteng 31.

Selanjutnya adalah sejarah. Diskusi alot antara para pemuda dengan Bung Karno dan Bung Hatta melahirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sehari berselang peristiwa “penculikan” itu.

Koleksi mobil Soekarno-Hatta sampai senjata Rusia

Gelora perjuangan para pemuda di Gedung Menteng 31 kini diabadikan melalui perubahan nama “markas tersebut” menjadi Gedung Joang 45.

Pada 19 Agustus 1974, Presiden Soeharto meresmikannya sebagai museum, setelah Gubernur DKI Jakarta merampungkan pemugaran gedung yang dimulai sejak September 1973.

Meski sarat sejarah, sayangnya museum ini tak banyak dikunjungi dibandingkan museum-museum lain yang lebih tenar di Jakarta.

Lantas, apa saja koleksi Gedung Joang 45 yang dapat kita telusuri kini?

Pintu masuk museum diapit oleh patung dada Bung Karno dan Bung Hatta. Ada gambar serta cap tangan para perempuan pendekar, seperti Fatmawati, RA Kartini, Martha Christina Tiahahu, Tjut Nyak Dien, dan lain-lain.

Gedung terbagi ke dalam 6 area utama. Terdapat sejumlah diorama yang melukiskan suasana Gedung Menteng 31 jelang Kemerdekaan.

Selebihnya, ada setidaknya 2.500 koleksi, baik lukisan, dokumen, dan patung di Gedung Joang 45. Gedung ini juga dilengkapi perpustakaan, ruang pameran, dan ruangan khusus untuk anak-anak

Di museum ini tersimpan Mobil REP.1, sedan limosin merek Buick pabrikan Amerika Serikat (1939). Mobil ini menjadi mobil kepresidenan pertama yang dimiliki Pemerintah Indonesia dan digunakan oleh Soekarno saat berdinas.

Bagaimana dengan mobil dinas Mohammad Hatta? Ada. Mobil Hatta sama-sama pabrikan AS, namun mereknya Desoto. Mobil ini mulanya milik Djohan Djohor, paman Hatta.

Terdapat pula mobil Peristiwa Cikini – insiden percobaan pembunuhan Soekarno pada 30 November 1957 – di antara deretan koleksi Gedung Joang 45.

Ada pula koleksi senjata. Salah satunya, senjata laras panjang merk Kirov, kaliber 762 buatan Rusia, dan senjata laras panjang merk Styer kaliber 762 buatan Austria. Kabarnya, keduanya direbut dari prajurit Jepang di Malang, Jawa Timur.

Selain senjata berpeluru, ada senjata anggar bambu yang diklaim merupakan sarana latihan Laskar Putri dalam pendidikan keprajuritan untuk menggunakan senjata tajam dalam pertempuran.

Pakaian Laskar Rakyat yang dipakai sewaktu berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia juga dipamerkan di sini.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/17/06000071/gedung-joang-45-hotel-mewah-yang-menjelma-markas-pemuda-revolusioner

Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke