Kediaman Maria di RW 008 itu terendam banjir sejak Sabtu (20/2/2021) sampai Selasa (23/2/2021) ini.
Saat ini, kata Maria, ketinggian banjir di rumahnya sekitar 2,5-3 meter.
"Saya di sini dari Sabtu minggu kemarin. Di sini sama suami, berdua saja. Banjir tertinggi kayaknya kemarin ya, sekitar 3,5 meter," ungkap perempuan berusia 60 tahun itu.
Maria menyatakan, dia dan suaminya menolak tinggal di tempat evakuasi yang disediakan karena menghindari kerumunan.
Sebab, kata Maria, kerumunan di tempat evakuasi memungkinkan adanya penyebaran Covid-19.
"Ya itu karena Covid-19, saya enggak evakuasi," ujar Maria.
"Sama anak-anak saya juga enggak boleh (ke tempat evakuasi). Jadinya ya di sini saja," imbuh dia.
Selama empat hari ini, Maria dan suaminya tidur di lantai dua rumah mereka.
Mereka memindahkan sejumlah baju, logistik, kompor, dan beberapa perabotan di rumahnya yang masih bisa diselamatkan.
"Banjirnya kan enggak sampai ke sini (lantai dua). Semua kami pindahin ke sini," papar dia.
Maria menyebutkan, di deretan rumah di kawasan permukiman itu, hanya mereka yang memilih tetap tinggal di rumah.
Sementara itu, di bagian lain di kawasan permukiman tersebut, ada beberapa keluarga yang juga tetap tinggal di kediaman masing-masing walau terendam banjir.
Namun, imbuh Maria, ketinggian banjir di rumah-rumah tersebut tidak sampai 1 meter.
Andalkan barang dagangan
Untuk mengatasi masalah logistik selama banjir, Maria mengambil barang-barang dari toko yang ia miliki.
Sebab, ia merupakan pedagang gas elpiji, air minum, hingga sembako.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa logistik selama beberapa hari ini masih tercukupi.
"Nasi, tinggal dari beras saja. Nambahin kecap, saya sudah bisa makan," kata perempuan yang telah menempati rumahnya sejak 30 tahun lalu itu.
"Sampai tadi pagi, saya enggak pernah dapat makanan atau logistik gitu dari pemerintah. Tadi itu yang ngasih polisi kalau enggak salah," imbuh Maria.
Meskipun kebutuhannya masih tercukupi, ia khawatir akan kehabisan stok makanan bila banjir tak kunjung surut.
Pemandangan bulan sebagai hiburan
Selama kebanjiran, Maria kerap melihat rembulan pada malam hari atau melihat ikan di aliran banjir sebagai penghilang suntuk karena listrik di wilayahnya dimatikan hingga saat ini.
"HP baterainya sudah habis. Listrik juga enggak ada. PB (power bank) sudah habis. Ya, karena lingkungan sini gelap banget, bulannya jadi sangat terang. Saya sih cukup ngelihat itu, sama ngelihat ikan-ikan loncat-loncat di banjir," tutur dia.
Walau kerap dilanda banjir setiap tahunnya, Maria mengaku tak akan menjual rumahnya.
Sebab, kata Maria, terlalu banyak kenangan di rumah tersebut.
"Saya enggak mau pindah, apalagi ngejual rumah ini. Saya sudah 30 tahun di sini, banyak memorinya," tutur dia.
Ia berharap, pemerintah setempat dapat mengatasi banjir yang selalu melanda lingkungannya setiap tahun.
"Ya semoga tahun depan enggak banjir lagi," harap Maria.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/23/16574721/kala-suami-istri-di-periuk-kebanjiran-tapi-tak-mau-dievakuasi-karena