Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai tindakan pemeriksaan dengan penangkapan sewenang-wenang merupakan bagian dari intimidasi dan bagian dari rangkaian kriminalisasi terhadap warga Pancoran yang tengah memperjuangkan hak atas tempat tinggal yang layak.
“Tanpa ada surat penangkapan maupun panggilan, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap keduanya dengan status sebagai saksi tindak pidana selama 8 (delapan) jam atas Pasal 167 dan Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan disertai berbagai intimidasi,” ujar perwakilan LBH Jakarta, Charlie Albajili dalam keterangan pers, Kamis (25/3/2021).
Awalnya, Safaraldy dan Dzuhrian mengantarkan surat jawaban atas panggilan yang tidak sah terhadap sembilan orang warga Warga Pancoran Gang Buntu II kepada penyidik di Unit-II Harta- Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan pada Rabu (24/3/2021) atas permintaan warga.
Keduanya mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB dan langsung memberikan surat tersebut kepada penyidik yang menangani.
“Penyidik kemudian tidak terima atas surat penolakan yang diberikan dan kedudukan kedua pemberi bantuan hukum tersebut,” ujar Charlie.
LBH Jakarta mulai mengetahui informasi penangkapan tersebut pada 20.00 WIB.
Charlie mengatakan, LBH Jakarta kemudian mengirimkan tim hukum ke Polres Metro Jakarta Selatan untuk melakukan pendampingan hukum terhadap keduanya.
“Sekitar pukul 22.00 WIB, tim hukum mendapati keduanya tengah diperiksa oleh penyidik pada Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan,” tambah Charlie.
Charlie menyebutkan, penyidik meminta tim hukum yang datang untuk keluar dan melarang tim hukum melakukan pendampingan pada proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keduanya.
Penyidik, lanjut Charlie, melarang keduanya untuk menandatangani surat kuasa kepada tim hukum dan tidak mengakui kuasa lisan yang disampaikan keduanya kepada tim hukum.
“Keduanya baru dapat ditemui dan dilepaskan setelah pemeriksaan berakhir pada pukul 00.49 WIB, Kamis, 25 Maret 2021,” ujar Charlie.
Berdasarkan fakta tersebut, LBH Jakarta menilai penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa penangkapan dan penyitaan secara sewenang- wenang yang melanggar HAM dan konstitusi.
Charlie mengatakan, tindakan pemberi bantuan hukum mengantarkan surat penolakan warga kepada penyidik jelas bukan merupakan tindak pidana dan bahkan dilindungi dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
“Para Pemberi Bantuan Hukum dirampas kemerdekaannya tanpa adanya surat penangkapan dan diperiksa sebagai saksi tanpa didahului surat panggilan yang sah yang mana hal tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ujar Charlie.
Charlie menyebutkan, Polres Metro Jakarta Selatan juga telah melakukan pelanggaran hukum dengan menghalangi akses pendampingan hukum terhadap kedua PBH yang berstatus sebagai saksi.
Padahal, lanjut Charlie, hak untuk pendampingan hukum tersebut dijamin dalam KUHAP, UU 18 Tahun 2003, UU Bantuan Hukum, UU HAM, United Nations Basic Principles on the Role of Lawyers, dan United Nations Principles and Guidelines on Access to Legal Aid in Criminal Justice Systems.
“Aparat kepolisian juga seharusnya taat pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tambah Charlie.
Dalam Perkap itu disebutkan bahwa “Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, atau terperiksa, petugas dilarang menghalang-halangi Penasihat Hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi/ tersangka yang diperiksa“.
LBH Jakarta mengutuk tindakan Polres Metro Jakarta Selatan yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam penangkapan sewenang-wenang, kriminalisasi, dan penghalang-halangan akses bantuan hukum terhadap dua Pemberi Bantuan Hukum Warga Pancoran Buntu II yang terancam digusur paksa oleh PT. Pertamina Training & Consulting (PTC).
Sebagaimana diketahui, warga Pancoran diklaim mendapatkan ancaman penggusuran paksa dan tindakan kekerasan dalam konflik pertanahan dengan PTC.
Pada Selasa (23/3/2021) sekitar 31 orang warga Pancoran Gang Buntu II mendapatkan panggilan yang dilayangkan Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan atas pengaduan PTC.
Panggilan tersebut tidak sah secara hukum karena prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan membantah adanya penangkapan dua pemberi bantuan hukum warga Pancoran.
Jimmy mengatakan, anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan melakukan pemeriksaan terhadap Safaraldy dan Dzuhrian.
“Enggak ada penangkapan, hoaks itu,” kata Jimmy saat dikonfirmasi, Kamis (25/3/2021) sore.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/25/19185511/dua-pemberi-bantuan-hukum-warga-pancoran-buntu-ii-ditangkap-dan-diperiksa